PANGANDARAN, (CAMEON) – Budayawan dan para Kasepuhan di Kabupaten Pangandaran, Jawa Barat yang peduli dengan tradisi kuno pembacaan sejarah Kacijulangan hampir punah, kini mulai dihidupkan kembali.
Belum lama ini, para budayawan dan kasepuhan langsung menggelar tradisi kuno pembacaan sejarah Kacijulangan di areal Bandara Nusawiru di sebuah petilasan, Desa Kondangjajar Kecamatan Cijulang, Kabupaten Pangandaran, Jawa Barat.
Selain dihadiri budayawan dan para kasepuhan, Tradisi ini pun dihadiri warga masyarakat sekitar. Ritual yang diselenggarakan secara sederhana itu juga dihadiri oleh para juru kunci dan para tokoh supranatural dengan menyajikan sejumlah sesaji dengan kemasan budaya tradisi kuno.
Menurut Aki Ajim selaku Pembaca Sejarah Kacijulangan menyebutkan, Tradisi ini merupakan tradisi lama yang hampir punah. Namun, berkat dorongan para budayawan muda dan pelaku adat Tradisi kuno pembacaan sejarah Kacijulangan ini bisa dihidupkan kembali.
”Sejarah Kacijulangan ini merupakan sejarah purwaningjagat atau sejarah penciptaan alam semesta dan ajaran ketauhidan. Serta perilaku manusia untuk mengenal para pendahulunya agar manusia bisa mengenal dirinya dan penciptanya,” katanya.
Dalam sejarah ini, lanjut Ajim, ada dua bab yang terpenting. Di antaranya sejarah besar dan sejarah kecil. Bahkan, sejarah besar menerangkan proses terciptanya alam dan sejarah kecil menerangkan proses kehidupan manusia. Pembacaan sejarah Kacijulangan mempunyai ketentuan tersendiri di antaranya harus berdasarkan perhitungan sunda kuno dan hanya boleh dibacakan pada bulan Mulud dan muharam.
”Untuk melaksanakan pembacaan sejarah Kacijulangan harus dilakukan oleh orang yang sudah memiliki keimanan dan ketauhidan yang sempurna lantaran dikhawatirkan ada perbedaan penafsiran,” ujar Aki Ajim.
Sementara, Budayawan Pangandaran, Dr Erik Krisnayudha mengatakan, digelarnya tradisi pembacaan sejarah Kacijulangan ini dilatarbelakangi rasa kekhawatiran akan musnahnya tradisi ini.
”Karena sempat terhenti beberapa tahun. Pembaca sejarah kacijulangan pun sudah berkurang. Oleh karena itu, saya bersama budayawan lain yang ada di Kabupaten Pangandaran mencoba menghidupkan kembali tradisi ini,” aku Erik.
”Banyak yang menginginkan barokah dengan mengambil air bunga yang telah dibacakan doa sebagai salah satu syarat kebarokahan hidup untuk dijadikan campuran air mandi di rumahnya masing-masing,” pungkasnya. (Andriansyah)