News

DPRD Jabar Minta Para Kades Serius Urus Dana Desa

132
×

DPRD Jabar Minta Para Kades Serius Urus Dana Desa

Sebarkan artikel ini
Foto: Net

KOTA BANDUNG (CM) | Anggota DPRD Jawa Barat, Daddy Rohanady menegaskan semua kepala daerah khususnya bupati/walikota wajib menyikapi serius terkait alokasi dana desa.

Sesuai Peraturan Menteri Keuangan Nomor 40/PMK.7/2020 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 205/PMK.7/2019 Tentang Pengelolaan Dana Desa secara eksplisit memerintahkan agar Dana Desa disisihkan 30% untuk bantuan langsung tunai (BLT) penanggulangan akibat Covid-19.

Daddy mengungkapkan bahwa setiap desa memiliki kelompok rumah tangga sasaran (KRTS) non-DTKS (data tentang keluarga sasaran) yang berbeda-beda. “Para kepala desa (kuwu) memperkirakan, seandainya mereka mengikuti secara utuh seperti perintah PMK 40/2020, bisa dipastikan bahwa masih cukup banyak warganya yang tidak akan kebagian BLT desa tersebut,” paparnya, Senin (11/05/2020).

Padahal, kata Daddy, secara de facto mereka termasuk KRTS karena tulang punggung ekonomi dalam keluarga tersebut dirumahkan, bahkan di-PHK akibat Covid-19. Para kuwu di Kabupaten Cirebon (yang tergabung dalam FKKC (Forum Kuwu Kabupaten Cirebon) pernah menghadap Bupati H. Imron.

Mereka meminta ada peraturan bupati (Perbup) yang memperbolehkan BLT dari dana desa besarannya tidak seperti perintah PMK 40/2020. Kebijakan yang mirip pernah dilakukan dengan mengubah RASKIN (beras untuk masyarakat miskin) menjadi RASTA (beras dibagi rata). Diskresi ini dituangkan dalam bentuk Perbup.

Para kuwu mendorong agar dikeluarkan pula Perkada/perbup yang menjadi payung hukum bahwa besaran BLT dari dana desa tidak plek 100% seperti perintah Permendes. Hal ini tujuannya untuk menghindari konflik antar-warga mengingat banyaknya warga non DTKS yangbterdata di kabupaten tetapi tidak termasuk sebagai KRTS di Provinsi maupun Pusat.

“Semoga segala ikhtiar yang dilakukan bermanfaat untuk anak bangsa Indonesia yang kebetulan saja tinggalnya di Provinsi Jawa Barat,” harapnya. Para kuwu tidak mempersoalkan porsi yang 30%. Angka itu mereka setujui. Hanya saja, karena pertimbangan di lapangan, besarannya akan berbeda dengan PMK 40/2020.

Di satu sisi mereka tidak berani melawan PMK 40, tetapi di sisi lain mereka harus realistis juga melihat kondisi warganya. Yang pasti, andai mereka ikut PMK 40, artinya tetap besaran BLT desa adalah Rp 600.000 per KRTS, itu sudah jelas menjadi problem potensial terjadinya gesekan antar-warga.

Di sisi lain, kalau tidak mengikuti PMK, mereka khawatir akan menjadi persoalan hukum di kemudian hari. “Jadi, para kuwu kini memegang buah simalakama,” pungkasnya. **

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *