News

Becak Penghantar Menuju Pintu Gerbang Masa Depan

337
×

Becak Penghantar Menuju Pintu Gerbang Masa Depan

Sebarkan artikel ini
Becak Penghantar Menuju Pintu Gerbang Masa Depan
Ilustrasi

TASIKMALAYA, (CAMEON) – Terlihat dari ujung jalan pasar Manonjaya seorang laki-laki sedang mengayuh becak dengan senyuman yang menghiasi wajahnya, terlihat di dalam becak ada tiga orang penumpang berpakaian seragam sekolah yang berbeda, rupanya mereka adalah penumpang yang membuat laki-laki itu bersemangat.

Laki-laki itu bernama Bapak Rahmat. Pak Rahmat adalah seorang ayah berusia 54 tahun. Dia bekerja sebagai tukang becak di pasar Manonjaya.

Meskipun usianya sudah cukup tua, namun ia tak pernah mengeluh dengan pekerjaan yang ia lakoni sejak 20 tahun silam. Ia bekerja untuk istri dan keempat anaknya. Kebetulan pada saat ini anak sulungnya duduk di bangku SMA, anak kedua duduk di bangku SMP, anak ketiga duduk di bangku SD, dan anak bungsu baru berusia 5 tahun.

Bapak Rahmat membiayai sekolah anak-anaknya hanya dari penghasilan menarik becak dan dari istrinya yaitu Milah yang sehari-sehari bekerja sebagai buruh nyuci di rumah tetangga.

“Meskipun penghasilan saya tak seberapa, tapi saya akan terus berjuang untuk menyekolahkan anak-anak, mereka harus mendapat pendidikan yang tinggi, supaya mereka tidak menjadi tukang becak seperti ayahnya ini,” ujar Pak Rahmat dengan tatapan mata menerawang jauh seolah dia yakin akan mencapai masa depan yang cemerlang melalui anak-anaknya.

Dia tak pernah putus asa, dan terus menaruh harapan besar pada anak-anaknya, meski terkadang salah satu anaknya harus ada yang dikorbankan untuk tidak berangkat sekolah karena uangnya tidak mencukupi untuk ongkos.

“Terkadang saya pulang hanya membawa uang lima ribu rupiah, sampai-sampai salah satu dari anak saya bergiliran untuk tidak berangkat sekolah,” ujar Pak Rahmat.

Ternyata dibalik keringat tukang becak yang tiada mengenal panas terik matahari ada suatu hal sangat mulia yang ia perjuangkan, yakni pendidikan untuk anak-anaknya. Dia tidak putus harapan untuk menghantarkan anak-anaknya mencapai pendidikan yang lebih tinggi. Dengan penghasilan yang tidak menentu dan terkadang pulang ke rumah hanya dengan tangan hampa, tapi tekadnya begitu kuat dan sangat menjunjung tinggi arti pentingnya pendidikan bagi masa depan anak-anaknya.

“Saya bisa sekolah karena orangtua terus mendorong supaya tetap sekolah, meskipun kadang-kadang harus pergi ke sekolah naik becak bersama kakak dan adik,” ujar Yuniar sambil membetulkan kacamatanya.

Yuniar adalah anak kedua Bapak Rahmat. Ia duduk di bangku SMP. Ia sangat bangga terhadap ayahnya yang selalu memberi semangat untuk terus bersekolah. “Sama sekali tidak minder ataupun malu memiliki ayah berprofesi sebagai tukang becak,” tuturnya .

Meskipun terkadang banyak temannya yang sering mengejek dan menghina pekerjaan ayahnya, tapi Yuniar tetap bangga dan bersyukur memiliki ayah seperti Bapak Rahmat. Justru Yuniar merasa bahwa dia adalah orang yang paling beruntung, karena ayahnya sangat mementingkan dunia pendidikan untuk masa depannya. Tidak sedikit orangtua yang lebih memilih anaknya bekerja daripada mengenyam pendidikan.

“Saya tidak minder apalagi malu, ayah berjuang keras untuk masa depan. Saya juga harus terus sekolah untuk membahagiakan kedua orangtua, ya meskipun banyak ejekan atau hinaan dari teman-teman, saya hanya menganggapnya sebagai angin lalu saja,” ujar Yuniar sambil tersenyum kecil.

Pak Rahmat pun bangga terhadap anak-anaknya yang selama ini selalu menerima dan tak pernah malu memiliki orangtua seperti Pak Rahmat dan Bu Milah.

“Memang perlu banyak perjuangan dan pengorbanan untuk mencapai cita-cita di masa depan, asalkan kita ada kemauan dan usaha semua akan terlaksana. Mudah-mudahan saja para orangtua di manapun dapat mengutamakan pendidikan untuk anak-anaknya karena pendidikan merupakan pintu gerbang menuju kehidupan yang lebih indah,” ujar Pak Rahmat sambil mengusap keringat yang bercucuran dari dahi nya.

Bapak Rahmat sangat tegar dalam menjalani kehidupan. Sehari-harinya membanting tulang untuk keluarga tercinta. Dengan peci berwarna hitam yang mulai lusuh dan handuk menggantung di lehernya, dia mengayuh pedal becak sekuat tenaga mengantarkan anaknya ke depan pintu gerbang sekolah, ya dia adalah sosok ayah yang hebat.

Ia tak peduli dengan halilintar yang seolah mencoba menggugurkan tekadnya, tak peduli dengan hujan yang kian membasahi tubuhnya yang sudah mulai keriput di telan usia. Bahkan, ia tak peduli dengan sinar matahari yang kian menyengat tubuhnya, sehingga kulitnya berwarna gelap dan tubuhnya bermandikan keringat.

Ia berpandangan lurus ke depan, tak lelah dan tak pernah menyerah, tak gentar dan tak pernah gemetar oleh guncangan badai ujian yang mencoba merobohkan tekadny. Tekadnya bulat bagaikan bulan purnama, yang bersinar terang menerangi gelapnya malam. cakrawalamedia.co.id ( Nisa Anisa Siti Rohmah )

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *