JAKARTA, (CAMEON) -Ketua Komisi X DPR RI, Teuku Riefky Harysa mengatakan, pihaknya akan segera memanggil Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) untuk meminta penjelasan atas rencana moratorium Ujian Nasional (UN). Pasalnya, usulan moratorium UN itu belum pernah dikonsultasikan dengan DPR RI.
“Komisi X ingin mendapatkan penjelasan secara komprehensif mulai dari apakah moratorium UN sudah didahului kajian dari sisi filosofis-yuridis-dan sosiologis dan bagaimana hasil kajiannya, apakah proses pengambilan kebijakan moratorium UN sudah melibatkan para pemangku kepentingan, dan lainnya,” ujar Riefky dalam keterangannya, di Jakarta, Senin (28/11).
Dia pun ingin mempertanyakan rencana realokasi anggaran UN tahun 2017 serta langkah mendatang terhadap evaluasi peserta didik dan satuan pendidikan secara berkala, menyeluruh, transparan, dan sistemik untuk menilai pencapaian standar nasional pendidikan.
“Berbagai alasan disampaikan oleh Mendikbud, yang salah satunya adalah agar orang tua tidak perlu stress tahuhan karena adanya UN,” katanya.
Pihaknya menilai, proses penetapan kebijakan moratorium UN terkesan tiba-tiba dan tergesa-gesa tanpa terlebih dahulu berkonsultasi dengan Komisi X DPR RI. Dengan kebijakan ini, para pemangku kepentingan dari 34 Provinsi dan 516 Kab/Kota menanyakan langsung ke Komisi X DPR RI.
“Padahal, bila disimak secara mendalam, pemangku kepentingan pendidikan mengalami stress bulanan karena adanya kebijakan Mendikbud,” imbuhnya
Sejak dilantik tanggal 27 Juli 2016, paling tidak, selama empat bulan ini ada lima kebijakan Mendikbud yang membuat stress bulanan yaitu full day school, sertifikasi guru akan diganti dengan program baru yang disebut dengan resonansi finansial, merevitalisasi komite sekolah dengan wajah baru dengan nama Badan Gotong Royong Sekolah, ingin merombak K13, dan yang terakhir moratorium UN.
“Kebijakan moratorium UN ini merupakan isu penting karena melibatkan banyak pihak yaitu 34 Provinsi, 516 kabupaten/kota, melibatkan 7.662.145 peserta didik (belum peserta didik di bawah naungan Kemenag), dan alokasi anggaran yang sudah anggarkan mendekati Rp500 miliar,” ungkapnya.
Dia meminta agar Pemerintah tidak menambah kegaduhan dengan tidak mengeluarkan kebijakan pendidikan yang menjadi gaduh pendidikan. Alangkah baiknya kebijakan pendidikan nasional yang akan diputuskan sudah melalui proses yang matang, dan diputuskan pada saat situasi dan kondisi yang sebagain besar pemangku kepentingan sudah memahaminya. Cakrawalamedia.co.id (tama)