KUANSING (CM) – Festival Pacu Jalur akan kembali digelar pada 20-24 Agustus 2025 di Tepian Narosa, Teluk Kuantan, Kabupaten Kuantan Singingi, Riau. Perlombaan mendayung tradisional khas Kuantan Singingi (Kuansing) ini menjadi perbincangan hangat setelah banyak warganet dari berbagai negara membuat meme menirukan gerakan penari cilik dalam Pacu Jalur.
Salah satunya, akun media sosial klub sepak bola asal Prancis, Paris Saint-Germain (PSG), yang mengunggah video selebrasi pemain mereka menirukan gaya khas Rayyan Arkan Dikha atau Dika, anak penari di perahu Pacu Jalur. “Auranya sampai ke Paris,” tulis PSG dalam unggahan pada Rabu, 2 Juli 2025.
Pacu Jalur menggunakan perahu tradisional yang terbuat dari satu batang kayu utuh tanpa sambungan, dikenal dengan nama jalur. Dalam satu perahu jalur dapat diisi oleh 50-60 orang, dengan peran berbeda seperti tukang concang (komandan/pemberi aba-aba), tukang pinggang (juru mudi), tukang onjai (pemberi irama dengan menggoyangkan badan), serta tukang tari atau anak coki yang berada di ujung depan perahu.
Tukang tari biasanya anak-anak karena bobot mereka ringan, sehingga tidak memperberat perahu dan membantu melaju lebih cepat. Menariknya, mereka akan menari jika perahunya unggul, dan langsung bersujud syukur saat mencapai garis finish.
Sejarah Pacu Jalur
Menurut laman resmi Pemkab Kuansing, tradisi ini bermula pada abad ke-17. Dahulu, jalur digunakan sebagai alat transportasi utama masyarakat desa di sepanjang Sungai Kuantan, mulai dari Kecamatan Hulu Kuantan di hulu hingga Cerenti di hilir. Perahu jalur juga digunakan untuk mengangkut hasil bumi seperti tebu dan pisang.
Lambat laun, jalur dihias dengan ukiran kepala ular, buaya, atau harimau di bagian lambung maupun selembayung. Perahu juga dilengkapi payung, selendang, tali-temali, tiang tengah (gulang-gulang), hingga lambai-lambai (tempat berdirinya juru mudi). Jalur berhias menjadi simbol status sosial dan hanya digunakan bangsawan serta datuk pada masanya.
Pada abad ke-18, jalur mulai digunakan untuk perlombaan mendayung dalam rangka perayaan hari besar Islam seperti Maulid Nabi, Idul Fitri, atau Tahun Baru Hijriah. Saat masa penjajahan Belanda, tepatnya 1890, Pacu Jalur digelar untuk memperingati hari lahir Ratu Wilhelmina pada 31 Agustus. Perlombaan ini berlangsung hingga awal September tergantung jumlah peserta. Usai Indonesia merdeka, Pacu Jalur dijadikan rangkaian perayaan Hari Kemerdekaan RI setiap Agustus.
Ritual dan Nilai Sakral
Dalam pembuatan jalur, peran dukun atau pawang sangat penting. Berdasarkan publikasi Fenomena Magis Pada Tradisi Pacu Jalur Di Kabupaten Kuantan Singingi, proses pemilihan kayu dimulai dengan upacara Babalian (tarian dengan iringan musik rebab) dan Batonung (pencarian kayu menggunakan kekuatan magis dan mantra). Setelah kayu ditemukan, dilakukan upacara semah (sesajen) kepada mambang (makhluk halus penjaga kayu) agar proses penebangan hingga pembuatan jalur berjalan lancar.
Dilansir riau.go.id, festival Pacu Jalur diikuti ribuan peserta dari Kuansing dan daerah sekitar, dengan penonton memadati tepi sungai. Dentuman meriam menandai jalannya lomba. Dentuman pertama untuk menyiapkan perahu di garis start, dentuman kedua sebagai aba-aba bersiap mendayung, dan dentuman ketiga menandai dimulainya perlombaan hingga garis finish.
Selain menjadi ajang budaya, Pacu Jalur sarat nilai-nilai Pancasila, mulai dari rapat banjar untuk membentuk panitia, musyawarah mencari kayu jalur, pembuatan perahu, hingga proses pengecatan yang melibatkan seluruh lapisan masyarakat.