News

Terkait Nasib Guru Honorer, Wali Kota Tasik Ingkar Janji?

172
×

Terkait Nasib Guru Honorer, Wali Kota Tasik Ingkar Janji?

Sebarkan artikel ini

KOTA TASIKMALAYA (CM) – Jauh sebelum dibuat Peraturan MenPANRB No  814.1/169/ SJ tentang larangan tenaga honorer dan PP No 48 Tahun 2005 pasal 8 melarang mengangkat guru honorer dan dibatasinya usia pengangkatan guru honorer minimal 35 tahun. Keluarnya Permen No 36 tentang kriteria kebutuhan dan pelaksanaan seleksi CPNS tahun 2018, berpedoman pada PP No 11 tentang manajemen PNS pasal (23) ayat 1 setiap warga Negara mempunyai hak dan kesempatan yang sama untuk melamar menjadi anggota PNS dengan memenuhi  standar persyaratan yang sudah ditentukan di antaranya batas usia paling tinggi 35 tahun.

Hal itu dibenarkan Sekretaris PGRI Kota Tasikmalaya, Pudin Hidayat bahwa peraturan itu jelas sangat bertentangan dengan pengangkatan semua tenaga guru honorer di Indonesia maupun di Kota Tasikmalaya. Menindaklanjuti hasil rapat dan tuntutan para guru honorer dalam aksi yang telah dilakukan beberapa hari ke belakang, menuntut agar SK Wali Kota segera diterbitkan, karena sudah menjadi agenda PGRI mulai dari PB Provinsi, Kota/Kabupaten lain. Semua dari organisasi profesi sudah sepakat untuk mendorong kepada pemerintah pusat, dan ditindaklanjuti ke pemerintah daerah untuk segera memperhatikan rekan guru honorer khususnya K2.

“Jika tuntutan itu tidak diperhatikan oleh pemerintah baik yang ada di pusat maupun daerah, apalagi pemerintah berpaku pada pedoman peraturan PermenPANRB No 814.1/169/ SJ tentang larangan mengangkat tenaga honorer dan PP No 48 Tahun 2005 pasal 8 melarang mengangkat guru honorer dan dibatasinya usia pengangkatan guru honorer minimal 35 tahun. Jelas peraturan itu sudah memangkas harapan dan mimpi-mimpi para guru honorer untuk menjadi PNS. Sungguh peraturan itu sangat menyakitkan, bagaimana tidak, pasalnya hak guru honorer sudah dirampas dan dibelenggu,” papar Pudin saat ditemui di SMK Global Pasangrahan Kelurahan Cibunigeulis Kecamatan Bungursari, Selasa (25/09/2018).

Menurutnya, janji politik wali kota sebelum terpilih perihal akan membantu minimal lewat P3K sesuai dengan kemampuan anggaran daerah. Kalau masih tidak mampu maka satu-satunya adalah keluarkan SK Wali Kota tentang penetapan tugas guru.

“Masa daerah lain mampu mengeluarkan SK dan meng-P3K-kan guru honorer, contoh ada 12 Kota/Kabupaten yang sudah mampu di antaranya Bogor, Cirebon, Indramayu, Kota Bandung, Kab. Bandung Barat, Kab. Pangandaran, Kab. Tasik, Sukabumi, Purwakarta, Bekasi, Karawang, Garut ditambah per 1 Oktober yaitu Kota Banjar,” jelasnya.

Ditegaskannya bahwa pihaknya merasa prihatin dengan nasib para guru honorer K2 saat ini karena sudah terkatung-katung. Padahal, katanya, tuntutannya sangat sederhana hanya meminta legalitas tentang SK Wali Kota pengangkatan para guru honorer di Kota Tasik untuk segera diterbitkan, dan setelah terbit nanti bisa berlaku untuk mengikuti sertifikasi.

“Belakangan ini kami ketahui bahwa Dinas Pendidikan akan mengeluarkan surat tugas buat para guru honorer, dan sekarang sudah dimulai penataan, namun disayangkan surat tugas itu tidak berlaku untuk sertifikasi, artinya para guru honorer K2 yang ada di Negeri tidak mendapat kesempatan untuk PPG. Berbeda dengan di yayasan, itu tidak masalah karena untuk syarat PPG SK-nya dikeluarkan oleh Yayasan,” tambah dia.

Sebagai sekretaris PGRI, dia mengaku sangat memahami kondisi anggaran yang ada di Pemerintah Kota Tasikmalaya sangat terbatas. Namun, dalam hal ini dari PGRI tidak menuntut lebih, hanya meminta penerbitan SK Wali Kota. Pemerintah daerah harus hadir mengupayakan hak para guru honorer yang saat ini belum diketahui pasti nasib masa depannya mau seperti apa. Sedangkan perjuangan mereka selama ini tidak mengenal lelah dalam mengabdikan dirinya untuk membangun karakter ahklak para anak didik dan membangun negeri tercinta termasuk Kota Tasikmalaya ini,” ujar Pudin.

Jika tuntutannya tidak diindahkan, lanjutnya, maka dalam waktu dekat akan melakukan audensi dengan wali kota untuk meminta kejelasan terkait tuntutan SK Wali Kota dan nasib para guru honorer. (Edi Mulyana)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *