BANDUNG (CAMEON) – Di beberapa negara besar, beberapa robot telah diguanakan dalam kehidupan sehari-hari. Bahkan, tidak jarang tugas rumah tangga dikerjakan oleh robot. Akan tetapi, sejumlah mahasiswa Institut Teknologi Bandung (ITB) yang menamai dari sebagai tim Dago Concordia membuat sebuah robot untuk hiburan.
Tim yang yang beranggotakan 15 orang orang ini sengaja membuat robot tersebut untuk mengikuti Kompetensi Robot Indonesia (KRI) 2017. Menurut salah satu anggota tim Adi Sutowijoyo robot tersebut mmerupakan robot pertama yang dibuat.
”Untuk bisa mengikuti KRI, diusahkan robot dibuat baru. Namun pada tahun sebelumnya, robot untuk mengikuti KRI dibuat dalam pengembangan,” ucap Adi kepada wartawan, belum lama ini.
Selain itu, alasan lainnya kategori dalam kontes robot juga merupakan kategori baru. Di mana tim Dago Concordia mengikuti kategori Kontes Robot Seni Tari Indonesia (KRSTI). Yakni, tarian Gending Sriwijaya. Gerakan tari tersebut cukup kompleks. Sehingga kami cukup kesulitan dalam pengaturan gerakan robotnya agar bisa lebih sesuai.
Robot yang termasuk dalam jenis robot Humanoid yang mana menyerupai manusia. Bahkan, robot tersebut memiliki keunikan tersendiri. Khususnya dalam tingkat derajat kebebasan gerakan. ”Jika umumnya robot humanoid memiliki derajat kebebasan sebanyak kurang lebih 20. Namun, pada robot tari ini derajat kebebasannya bisa mencapai 26 gerakan,” tegasnya.
Di tempat yang sama, Ketua LK Eng Sandro Mihradi mengungkapkan, robot yang diikut sertakan dalam KRI dinamai Masayu dan Nimas. Keduanya ini pun memiliki sensor suara yang cukup sensitif. ”Sehingga ketika panitia menyetel musik, maka kedua robot berwajah ayu itu langsung melakukan gerakan khas Gending Sriwijaya,” jelasnya.
Untuk penilaian kompetisinya, lanjut dia, robot harus secara otomatis bergerak saat diperdengarkan musik. Dan berhenti saat musik dimatikan. Penilaian lainnya, yakni soal sinkronisasi gerakan robot dan musik khas tari Gending Sriwijaya. ”Robot juga harus mampu melakukan gerakan tertentu di area yang ditentukan panitia,” pungkasnya. (Nita Nurdiani Putri)





