BANDUNG BARAT, (CAMEON) – Para petani sayuran di Kecamatan Lembang Kabupaten Bandung Barat dihadapkan pada sulitnya mendapat pupuk bersubsidi jenis ZA dan Triple Super Phosphate (TSP).
Salah satu petani sayuran di Kampung Cikareumbi Desa Cikidang Lembang Koswara menuturkan, kebutuhan pupuk bersubsidi sangat diperlukan agar pertumbuhan sayuran jadi lebih maksimal.
“Namun di lapangan, pupuk bersubdisi bisa dikatakan hampir tidak ada,”ucap Koswara, Rabu (18/10).
“Kalaupun ada kadang-kadang adanya cuma sebelah,Pupuk Mahal dan Langka
ada tapi TSP-nya tidak ada ataupun sebaliknya,” imbuhnya.
Bila salah satu jenis pupuk tidak ada, lanjut dia, dirinya harus membeli pupuk impor yang harganya jauh lebih mahal. Untuk pupuk bersubsidi biasanya hanya dijual dengan harga sekitar Rp 170 – 200 ribu/kwintal tapi untuk pupuk impor harganya bisa sampai dua kali lipat.
“Tanaman kan harus pakai pupuk sebanyak 1 kuintal untuk sekitar dua ribu pohon,” jelasnya.
Dia menuturkan, karena sulitnya mendapat pupuk bersubsidi menyebabkan pertumbuhan tanaman jadi tidak optimal. Terdapat beberapa daun yang timbul bintik-bintik dan berwarna kekuningan. Sedangkan pada buahnya terdapat flek yang jadi penyebab terjadinya pembusukan.
“Untuk menyiasati kelangkaan pupuk, kita terpaksa memakai pupuk impor tapi harus diirit-irit biar cukup. Kita berharap pemerintah mengerti kondisi ini, kalau begini terus nanti petani yang jadi susah bahkan dampak parahnya harga sayuran bisa lebih mahal lagi,” bebernya.
Namun di saat kelangkaan pupuk terjadi, petani sayuran saat ini sedang meraup untung meski harga di pasaran sedang tinggi. Untuk tomat misalnya, kini harga di tingkat petani dijual Rp4 ribu/kg padahal sebelumnya sempat anjlok di harga Rp2 ribu/kg.
“Bisa dibilang kita untung karena harga tomat sedang bagus walaupun harga di pasar sedikit mahal. Di pasar, sekarang tomat dijual Rp7 ribu/kg, “tutur Suhenda, petani sayuran lainnya.
Kata dia, kondisi cuaca yang tidak menentu akhir-akhir ini mengakibatkan pertumbuhan tanaman sayuran terganggu, sementara stok permintaan cukup tinggi tidak sebanding dengan hasil panen di tingkat petani.
“Kita biasanya jual dengan sistem borongan, jadi apabila harga di pasar naik, kita juga ga bisa minta harga diturunkan karena itu kewenangan si pemborong, mudah-mudahan sih harganya tidak dimainkan supaya tetap stabil,” pungkasnya. cakrawalamedia.co.id (Nta)