SUMEDANG, (CAMEON) – Perpustakaan Batu Api sebagai wadah alternatif bagi mahasiswa dan masyarakat umum yang ingin membaca atau menambah wawasan melalui buku, film dan musik.
Ratusan buku berjejer rapi di setiap rak yang ada di Perpustakaan Batu Api. Para pengunjung pun dengan leluasa memilah buku yang tengah mereka cari. Sambil membaca buku, ada yang duduk, berdiri atau hanya sekadar melihat-lihat sejumlah buku yang ada di tempat tersebut.
Sesekali ada beberapa pengunjung yang datang sambil menenteng buku di tangannya, kemudian berbincang dengan pihak pengelola untuk ditukar dengan buku yang baru yang mereka cari. Bisingnya lalu lalang kendaraan, tak menyurutkan para pengunjung Perpustakaan Batu Api untuk terus membaca atau hanya sekadar berdiskusi, berbincang dengan rekan-rekan sesama pengunjung lainnya.
Suasana seperti ini kerap kali ditemui setiap harinya di perpustakaan yang berpusat di jalan Raya Jatinangor 142 A, Jatinangor, Kabupaten Sumedang. Mengingat Perpustakaan ini berpusat di lingkungan perguruan tinggi, maka tak heran para pengunjung yang datang pun di dominasi oleh para mahasiswa. Baik itu mahasiswa Universitas Padjajaran (Unpad), Institut Teknologi Bandung (ITB) atau mahasiswa dari kampus lainnya.
Tidak hanya itu, perpustakaan ini juga pernah dikunjungi oleh beberapa Sejarawan dan penulis. Remi Silado, penulis Malaysia Karim Raslan, Sejarawan besar Harry A Poeze dari Belanda, Peter Carey Sejarawan Inggris dan sejarawan Jepang Aiko Urasawa.
Pemilik Perpustakaan Batu Api, Anton Solihin (47) mengatakan, perpustakaan yang didirikan pada 1999 ini tidak hanya fokus pada buku saja, tapi juga fokus di dua bidang yang berbeda, seperti musik dan film. Sehingga para pengunjung yang datang tidak hanya bisa meminjam atau membaca buku, tapi juga mereka bisa mendengarkan musik dan menonton film yang bisa menambah wawasan mereka.
“Perpustakaan Batu Api berdiri 1 April 1999. Fokusnya di buku, musik dan film. Ini bisa menjadi tempat alternatif bagi pengunjung. Kalau orang mau mencari tiga hal itu, buku, musik dan film yang sulit dicari, di sini ada,” kata Anton.
Kendati tidak dihitung secara rinci, dikatakan Anton, hingga saat ini perpustakaan yang ia rintis itu memiliki sedikitnya 10.000 koleksi buku. Dari jumlah tersebut, hasil koleksi semasa ia muda dulu dan ada pula buku-buku baru yang sengaja ia beli setiap satu minggu satu kali. Koleksi buku-buku ini sangat beragam, mulai dari humaniora, sejarah, sastra, biografi, tokoh-tokoh agama, ekologi, budaya, musik, katalog film dan lainnya.
“Seluruh buku ini ada yang koleksi saya waktu dulu, ada juga yang beli bekas. Setiap minggunya saya pasti beli untuk menambah koleksi,” ucapnya.
Mengingat fokus di tiga bidang utama, selain buku ada pula film. Untuk film kata dia, pihaknya kerap kali memutar film-film yang jarang orang ketahui. Mulai dari film Indonesia lama, film Eropa, Afrika Timur dan lainnya. Sementara untuk genrenya sendiri, mulai dari komedi, action, drama, dan lainnya.
“Kalau untuk film, kami biasa memutar seminggu sekali. Di sini kita bisa nonton bareng, yang nonton paling juga sekitar 10 orang,” ucapnya.
Sementara untuk musik, Perpustakaan ini menyediakan sejumlah musik yang sangat jarang berada di pasaran, atau cukup sulit untuk di cari. Di sini pengunjung bisa mendengarkan atau meminta musik seperti, musik Rusia, Prancis, Indonesia, musik tradisi orang Papua, Sunda, Batak dan lainnya.
“Semua genre populer dan musik tradisi ada, nanti kita kasih file-nya. Targetnya pengunjung sih, masyarakat umum dan mahasiswa. Dalam sehari biasanya 30-40 orang yang datang,” imbuhnya.
Keberadaan perpustakaan di dekat lingkungan kampus ini setidaknya bisa memberikan ruang alternatif bagi para mahasiswa, atau masyarakat umum untuk menambah atau memperluas ilmu yang mungkin saja tidak mereka dapatkan di bangku kuliah.
“Menurut saya minat baca masyarakat ini sangat rendah. Tidak banyak perubahan, rata-rata mereka (mahasiswa) datang ke sini hanya karena ada tugas kuliah saja dan akhirnya kami jadi tahu apa yang mereka cari. Tapi ini bisa jadi ruang alternatif bagi mereka,” paparnya.
Hingga saat ini, perpustakaan yang memiliki tempat yang sangat strategis ini memiliki sebanyak 15 ribu member, baik itu mahasiswa, dosen ataupun masyarakat umum di seputaran Jatinangor.
“Selain mahasiswa ada juga Ibu rumah tangga, dosen, anak sekolah, pengangguran juga. Saya membuka perpustakaan ini karena awalnya hobi membaca, dengar dan nonton,” ucapnya.
Dia berharap, perpustakaan yang sengaja ia rintis ini ke depannya bisa memberikan manfaat bagi orang-orang sekelilingnya. Tidak hanya itu, ia juga berharap perpustakaan Batu Api bisa bertahan sampai selamanya.
“Saya sih tidak muluk-muluk, semoga perpustakaan ini bisa bertahan sekuatnya.
Karena sebutnya tidak mudah mempertahankan tempat seperti ini. Banyak juga perpustakaan lain yang tidak kuat, karena tidak ada inovasi atau mengelolanya. Setiap zaman dan generasi selalu berubah, makanya butuh inovasi,” tambahnya. cakrawalamedia.co.id (Kky)