CAKRAWALAMEDIA – Di Balai Agung, Balai Kota DKI Jakarta, Rabu siang, 7 Mei 2025, Gubernur Pramono Anung berdiri di podium dengan senyum formal. Ia mengucapkan sumpah jabatan kepada 59 pejabat eselon II yang baru saja dilantik. Di hadapannya, puluhan wajah pejabat berdasi dan berseragam PNS tampak khidmat, sebagian memegang naskah sumpah.
Secara resmi, pelantikan ini adalah bagian dari perombakan birokrasi besar-besaran untuk memperkuat pelayanan publik. Prosesnya berlandaskan deretan surat resmi: mulai dari rekomendasi Kepala Badan Kepegawaian Negara (BKN), persetujuan Ketua DPRD DKI, hingga Keputusan Menteri Dalam Negeri dan Keputusan Gubernur Nomor 385 Tahun 2025.
Di atas kertas, tujuan seleksi ini mulia: memastikan jabatan strategis diisi oleh pejabat berintegritas, kompeten, dan adaptif. Seleksi pun disebut melibatkan BKN dan Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) sesuai amanat Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016.
Namun, di balik prosesi yang tampak tertib itu, bisik-bisik di kalangan birokrat Balai Kota bercerita lain.
Seorang aparatur sipil negara (ASN) di Kedeputian Gubernur DKI Bidang Industri, Perdagangan, dan Transportasi, berinisial SW, mengungkap dugaan adanya manipulasi dalam proses seleksi. Menurut SW, sekitar 20 dari 59 pejabat yang dilantik adalah orang-orang yang diloloskan melalui campur tangan politik.
Nama yang disebut berada di balik operasi ini adalah salah satu pimpinan DPRD DKI Jakarta dari Fraksi PDI Perjuangan, berinisial IM. SW menuding, IM tidak bekerja sendirian. Ia diduga berkolaborasi dengan Sekretaris Daerah DKI Jakarta, MM, untuk memuluskan langkah kader dan orang dekatnya menduduki kursi eselon II.
SW mengaku mendapatkan informasi ini dari empat kader PDIP yang juga anggota DPRD DKI—masing-masing berinisial IDM, PN, PS, dan MS. Dari mereka, terungkap bahwa gerakan IM dijalankan atas arahan kekasihnya, berinisial DDY, bersama tangan kanannya, HMT, yang bertugas sebagai operator.
IM kerap memanggil kepala dinas, direktur utama BUMD DKI, bahkan kontraktor besar, ke ruang kerjanya di DPRD. Tujuannya: mengatur distribusi proyek strategis. Dalam sejumlah pertemuan, IM didampingi DDY dan HMT.
Nama dua staf Gubernur, UDN dan WSN, juga disebut dalam percakapan internal. Keduanya dikabarkan beberapa kali terlihat memasuki ruang Sekda MM, diduga untuk menyinkronkan instruksi politik dan teknis.
Dugaan lain yang lebih mengejutkan adalah klaim adanya dukungan dari salah satu pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) periode saat ini. Dukungan ini, kata sumber, membuat IM leluasa menekan Sekda, kepala dinas, dan direksi BUMD untuk mengikuti kemauannya.
“Jaringan ini kuat sekali, dari DPRD, Sekda, hingga operator lapangan. Dan mereka memanfaatkan pelantikan pejabat sebagai pintu masuk untuk mengamankan proyek,” ujar SW.
Menurut SW, perombakan kali ini hanyalah langkah awal. Kelompok ini disebut sudah menyiapkan strategi untuk penempatan pejabat eselon III dan IV, terutama di jabatan camat, lurah, dan kepala dinas teknis. Posisi-posisi ini krusial karena berhubungan langsung dengan pengelolaan anggaran dan implementasi proyek di lapangan.
“Mereka sudah pasang kuda-kuda. Kalau dibiarkan, pola yang sama akan terulang. Pak Gubernur harus waspada,” kata SW mengingatkan.
Beberapa media telah berupaya menghubungi IM, Sekda MM, serta pihak-pihak yang disebut dalam tudingan ini, namun hingga berita ini disusun belum ada tanggapan resmi. Pihak KPK pun belum memberikan klarifikasi terkait dugaan keterlibatan pimpinan lembaganya.
Sementara itu, di kalangan ASN Balai Kota, kabar ini terus beredar dari satu ruang kerja ke ruang lainnya. Banyak yang memilih diam, sebagian lain bersuara pelan.
“Ini bukan sekadar pelantikan. Ini soal siapa yang mengendalikan mesin birokrasi Jakarta,” kata seorang pejabat senior yang enggan disebutkan namanya.