TASIKMALAYA (CM) – Sebanyak 20 orang dari usia remaja hingga dewasa melompat dari jembatan Cirahong, Kecamatan Manonjaya, Tasikmalaya secara bergantian. Mereka bukan hendak bunuh diri, tapi berolahraga rappeling atau turun tebing. Kegiatan ini sekaligus mengisi waktu luang jelang berbuka alias ngabuburit, Sabtu (11/05/2019) sore.
Salah satu perintis olahraga tersebut, Andri mengatakan, pada mulanya ia mencari tantangan baru setelah bosan menggeluti olahraga naik gunung. Ia menilai kegiatan naik gunung menyita waktu terlalu banyak. Berbekal kenekatan dan keinginan kuat, ia mendalami rappeling lewat dunia maya tanpa pelatih.
“Setelah merasa punya bekal ilmu yang cukup, saya memberanikan diri melakukan rappeling. Beberapa tahun kemudian, rekan-rekan saya mulai melirik rappeling. jumlahnya pun terus bertambah,” terang ia. Andri mengaku kerap melakukan rappeling ria di bulan Ramadhan.
Berbagai jembatan di Tasikmalaya dan sekitarnya telah dijajal oleh komunitasnya. “Paling bagus jembatan di Tasik bagian selatan seperti di Salopa atau Cikalong karena mendekati pantai jadi bagus airnya. Kalau di Tasik Utara seperti Cirahong ini kurang bagus dan terlalu ramai,” ujar
Meski tergolong olahraga ekstrim, Andri tak pernah mengalami insiden selama ber-rappeling. Tantangan terbesarnya adalah mahalnya peralatan yang diperlukan. Untuk peralatan lengkap dengan tingkat keamanan standar, harganya bisa mencapai Rp 20 juta, ia mesti menabung lebih dulu agar bisa membeli peralatannya.
“Karena mahal, kami mesti gantian pakai peralatannya karena tak semua bisa beli, paling bisa juga nyicil satu-satu belinya sampai lengkap,” ucapnya.
Sementara itu, menurut peserta Rappeling, Fina (28) mengungkapkan, sering melakukan Rappeling tidak hanya di Jembatan Cirahong, namun di Curug Tasik Selatan. Ia merasa tertantang menggeluti rappeling. Mulanya, hanya menyukai naik gunung dan arung jeram, tapi seiring ajakan \rekan-rekan yang lain, akhirnya ia ikut ber-rappeling. (anto)