KAB. TASIK (CM) – Suasana sejumlah sekolah di Kabupaten Tasikmalaya tak seperti biasanya. Ruang-ruang kelas kosong. Meja-meja guru dibiarkan tanpa penjaga. Di papan tulis, jadwal pelajaran masih tertulis, namun tak ada seorang pun yang mengajar.
Sejak pagi, ratusan guru dan tenaga kependidikan honorer kompak menghentikan aktivitas mengajar. Mereka menyebut aksi ini sebagai bentuk perlawanan terhadap kebijakan Bupati Tasikmalaya yang dianggap merugikan.
“Kami seluruh guru dan tenaga pendidikan honorer di Kabupaten Tasikmalaya mogok massal sekarang. Kami tidak mengajar,” kata Asep Helmi, Wakil Koordinator Forum Honorer Guru dan Tenaga Kependidikan (FHGTK) Kecamatan Cikatomas, ketika ditemui pada Rabu siang, 13 Agustus 2025.
Pemicunya adalah surat edaran dari bupati yang berisi permintaan agar para honorer menandatangani pernyataan siap diangkat menjadi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) paruh waktu—dengan upah yang sama seperti saat masih berstatus honorer. Dalam dokumen itu pula, mereka diminta tak menuntut keseragaman upah PPPK dan tidak menuntut pengangkatan menjadi ASN.
Bagi para honorer yang telah bertahun-tahun mengabdi, isi pernyataan itu terasa seperti pukulan telak. Asep, misalnya, sudah 18 tahun mengajar dengan gaji hanya Rp100–150 ribu per bulan.
“Kalau masalah honor, sudah lama jauh dari harapan. Apalagi soal karir, kami tetap di posisi yang sama. Diberikan SK paruh waktu tapi gaji sama saja seperti honorer. Buat apa?” ucapnya.
Ketua FHGTK Kabupaten Tasikmalaya, Aris Yulianto, menyebut kebijakan ini tak hanya tak berpihak, tapi juga mematikan harapan. “Kami menolak klausul itu. FHGTK menginstruksikan seluruh anggota untuk mogok mengajar, menyampaikan aspirasi dengan santun, menjaga persatuan, dan menghindari provokasi,” ujarnya.
Baca Juga: Tasikmalaya Siap Kembangkan Olahraga Terbang Layang, Manfaatkan Potensi Lanud Wiriadinata
Di sisi lain, para PPPK paruh waktu mengajukan tuntutan yang dianggap wajar: gaji minimal setara Upah Minimum Kabupaten atau angka yang dinilai layak. Mereka juga meminta kejelasan status kerja, bukan sekadar janji pengangkatan tanpa peningkatan kesejahteraan.
Dari gedung DPRD Kabupaten Tasikmalaya, Ketua Komisi I, Andi Supriyadi, ikut bersuara. Saat reses, ia mendapati langsung sekolah-sekolah yang sepi akibat mogok.
“Kami mengajak pemerintah daerah dan perwakilan PPPK paruh waktu duduk bersama mencari solusi yang adil. Selama ini, pemerintah hanya memberi janji pengangkatan, tapi tidak memperjuangkan kesejahteraan,” katanya.
Andi mengingatkan, meski anggaran daerah sedang defisit, selalu ada celah untuk mempertimbangkan peningkatan upah honorer. Ia juga mendesak bupati merespons tuntutan secara terbuka.
“Jangan sampai ada surat pernyataan yang memaksa menandatangani janji pengangkatan tapi melarang menuntut gaji. Ini tidak adil. Tenaganya dipakai, tapi kesejahteraannya diabaikan,” ucapnya.
Aksi mogok ini belum jelas kapan berakhir. Yang pasti, setiap hari ruang-ruang kelas di Tasikmalaya akan terus kosong sampai ada keputusan yang mereka anggap layak.







