BANDUNG BARAT (CAMEON) – Harga tomat di kalangan petani anjlok hingga mencapai Rp 700 perkilogram. Akibatnya, sebagian petani tidak memanen tomat. Hal ini dikarenakan ongkos produksi lebih mahal daripada harga jual di pasaran.
Salah salah seorang petani di Kampung Cicalung, Desa Wangunharja, Kecamatan Lembang, Bandung Barat, Ayi Suhendar, 47, mengaku kesulitan menjual tomat karena hasil panen yang sangat melimpah dan harganya terlampau murah.
”Tomat yang belum masuk pada masa panen juga sudah harus dipetik karena kalau terlalu lama ditanam nanti bisa busuk, buah tomat rawan rusak kalau terus-terusan diguyur hujan, “kata Ayi kepada wartawan, baru-baru ini.
Saat ini, Ayi menjualnya ke daerah Batam dengan harga Rp 1.800 perkilo. Dia menjelaskan, jika dijual ke pasar induk Jakarta harga tomat hanya mencapai Rp 800 perkilo. Menurut Ayi, dalam sehari dirinya menerima kiriman sebanyak 10 ton tomat dari para petani di Desa Wangunharja.
Namun, jumlah itu tidak bisa langsung habis semua karena kendala kurangnya permintaan dari pasar. Padahal buah tomat tidak bisa disimpan lama karena cepat membusuk. Terkecuali, ada permintaan kiriman dari luar daerah seperti Batam, baru 10 ton itu bisa habis semua dalam sehari.
Petani tomat juga semakin terpuruk dengan biaya perawatan yang meningkat pada saat musim hujan seperti ini. Ayi mengungkapkan, untuk satu pohon tomat butuh biaya perawatan sampai Rp 5 ribu/pohon untuk membeli pupuk dan obat sampai masa panen.
”Efek setiap hari hujan, tomat harus terus diberi obat. Kalau engga diberi obat, buah tomatnya pecah-pecah. Bisa tidak laku kalau nanti dikirim ke pasar, “ ungkapnya.
Dia berharap pemerintah turun tangan dengan kondisi ini, jangan hanya karena harga cabai mahal, pemerintah dan masyarakat ribut mempersoalkannya. Tapi di saat harga tomat turun, pemerintah malah tidak mau ambil pusing.
”Saya rasa dengan cara mengimport cabai, persoalan mahalnya cabai bisa teratasi,” pungkasnya. (Putri)