SLEMAN (CM) – Di sebuah rumah joglo tua yang dipugar apik dan kini dikenal sebagai Dalem Kopi Lesung, Selasa siang 18 November 2025, seratusan pasang mata duduk rapat memenuhi ruangan. Aroma kayu tua bercampur kopi tubruk yang baru saja dituang menyambut langkah para petani, pemilik kios, mahasiswa, hingga praktisi komunikasi.
Di sinilah PT Pupuk Indonesia (Persero) menggelar program “Optimalisasi Penyaluran Pupuk Bersubsidi Kabupaten Sleman dan Pelatihan Digital Marketing” sebuah agenda yang, sekilas, terlihat teknis. Namun siang itu, suasananya justru hangat, penuh obrolan tentang kecemasan petani menghadapi musim tanam, harapan atas kelancaran distribusi pupuk, dan kegelisahan menghadapi dunia pemasaran yang semakin memasuki ranah digital.
Mengurai Keruwetan Distribusi Pupuk di Tengah Ruang Joglo
Bagi petani Sleman, pupuk adalah urat nadi. Sedikit saja terlambat, mereka yang hidup dari tanah bisa merugi berbulan-bulan. Karena itulah penyempurnaan tata kelola distribusi menjadi tema utama pertemuan.
Muslih, perwakilan Pupuk Indonesia yang hari itu berdiri di depan spanduk raksasa bergambar hamparan tanah subur, menegaskan bahwa kehadiran digitalisasi bukan sekadar tren industri, melainkan cara memastikan pupuk sampai tepat waktu.
“Sistem pemesanan dan pemantauan stok kini terintegrasi secara digital. Semua untuk memperjelas alur distribusi dan mempercepat layanan kepada petani,” ucapnya melalui mikrofon, menggantikan Lukman Hakim yang berhalangan hadir.
Muslih juga mengingatkan kembali ketentuan Harga Eceran Tertinggi (HET) sesuai Keputusan Menteri Pertanian RI Nomor 1117/Kpts/SR.310/M/10/2025. Pesan itu disambut anggukan para pemilik kios, merekalah yang sehari-hari bertemu langsung dengan petani. Yang mengurusi stok, mencatat pesanan, dan kerap menjadi tempat curhat petani saat pupuk langka atau merangkak naik.

Saat Mahasiswa Bertemu Petani
Di antara barisan yang hadir, tampak sejumlah anak muda berseragam hijau almamater UPN “Veteran” Yogyakarta. Mereka bukan sekadar pendamping acara. Kehadiran mereka adalah bagian dari pilot project strata 2, mata kuliah Komunikasi Pemasaran dan program pengabdian masyarakat.
Ahmad Hardiyan, perwakilan Magister Ilmu Komunikasi UPN, berdiri dengan nada yang sama hangatnya dengan udara November di Seyegan.
“Kami ingin membuka wawasan bahwa pemasaran dan komunikasi publik kini tidak bisa lepas dari ekosistem digital. Distributor dan PPTS perlu bersiap.”
Kata Hardiyan menggambarkan semangat kolaborasi lintas generasi yang tampak jelas dalam ruangan: para mahasiswa yang memegang laptop dan kamera, bergandengan dengan para petani berusia 50–70 tahun yang sehari-hari lebih akrab dengan cangkul ketimbang gawai pintar.
Digital Marketing di Tengah Sawah
Sebagian besar peserta awalnya mengira pelatihan digital marketing akan terlalu rumit. Namun narasumber dari UPN, Mutiara Sukma dan Miftahuddin Ahmad, berhasil memecah kebekuan.
Dengan bahasa sederhana, mereka menjelaskan cara membangun citra usaha, mengelola konten, hingga memanfaatkan platform digital sebagai medium komunikasi antara petani, distributor, dan masyarakat luas.
“Jika informasi tentang stok, layanan, atau layanan edukasi disampaikan dengan baik secara digital, kepercayaan petani akan meningkat.”
Mutiara berkata sambil menunjukkan contoh-contoh unggahan yang mudah dipahami, bahkan oleh mereka yang baru pertama kali mendengar istilah algoritma.
Beberapa peserta tampak mengangguk-angguk sambil memotret layar presentasi. Di sudut ruangan, terdengar bisik-bisik, “Oalah… ternyata mudah yo, nek diajarne pelan-pelan.”
Menyulam Harapan untuk Musim Tanam
Dari diskusi panjang itu, satu pesan mengendap: ketepatan distribusi pupuk dan kemampuan membaca zaman adalah dua hal yang kini saling terhubung.
Di akhir acara, seluruh peserta berkumpul di depan joglo untuk berfoto bersama. Generasi muda bersanding dengan para petani sepuh. Inilah simbol bahwa pertanian Indonesia tidak hanya bertumpu pada tanah, tetapi juga pada kolaborasi lintas generasi dan pengetahuan.
PT Pupuk Indonesia menyampaikan komitmennya untuk terus memperbaiki sistem distribusi, memastikan ketersediaan pupuk berkualitas, dan membuka ruang pelibatan masyarakat lewat inovasi-inovasi digital.
Di halaman kopi lesung, angin sore membawa aroma tanah basah yang mulai siap diolah. Bersamaan dengan itu, di hati para peserta, ada semacam harapan baru: bahwa perubahan bisa dimulai dari ruang sederhana, dari dialog yang jujur, dan dari pertemuan yang mempertemukan teknologi dengan tanah yang mereka cintai.





