KOTA TASIKMALAYA (CM) – Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia, Susi Pudjiastuti meminta agar tidak ada pihak yang merevisi Peraturan Presiden (Perpres) No 44 Tahun 2016 yang mengatur tentang investasi asing hanya untuk pengolahan, sementara penangkapan ikan sepenuhnya diserahkan kepada nelayan Indonesia.
Menurutnya, kalau ada yang merevisi maka ikan dilaut Indonesia bakal habis oleh para nelayan asing. “Perpres ini merupakan sektor perikanan nasional sekaligus lambang kedaulatan kemenangan nelayan Indonesia. Saat ini banyak pihak yang ingin mengganti Perpres tersebut, tapi saya berkomitmen untuk menjaganya karena ini adalah kemenangan bagi dunia perikanan Indonesia,” terangnya di sela memberikan Kuliah Umum kepada Mahasiswa Universitas Negeri Siliwangi di Gedung Mandala Unsil Tasikmalaya, Kamis (23/08/2018).
Dengan Perpres tersebut, Susi berharap nelayan dan semua stakeholder terkait bisa memanfaatkan penangkapan ikan di laut Indonesia dengan semaksimal mungkin. Dia menjamin seratus persen ikan di laut Indonesia milik masyarakat Indonesia. “Ini harus menjadi perhatian dan ada keterlibatan semua pihak terkait pengawasan alat penangkapan ikan cantrang. Kenapa cantrang dilarang? karena kalau kita disiplin untuk menjaga populasi ikan di laut, dipastikan ikan akan lebih produktif,” paparnya.
Susi menyebut bahwa menjaga populasi ikan di Indonesia sama saja dengan menjaga populasi ikan dunia. Karena, lautan di dunia adalah satu kesatuan. Jika ekosistem dan populasi di satu area terganggu misalkan Indonesia, maka akan terganggu pula pasokan ikan di seluruh dunia. Oleh sebab itu, katanya, diperlukan perubahan mind set di kalangan generasi muda terutama di Unsil guna menyelamatkan populasi dan pasokan ikan dunia.
Kalau tidak dijaga, lanjut ia, kebutuhan makanan ikan ke depan akan terancam sulit. Pasalanya, populasi manusia di dunia termasuk di Indonesia terus meningkat dan kebutuhan ikan dipastikan terus melonjak. “Masalah lain yang harus segera dibenahi di Indonesia, yakni jalur perdagangan ikan,” tegasnya.
Susi menilai, selama ini jalur ekspor ikan dari Indonesia tidak efisien. Setengah kebutuhan ikan harus keliling minimal separuh Indonesia sebelum akhirnya diekspor. ‘Baiknya ini diubah, tapi tidak akan mudah karena bakal banyak yang menentang karena adanya moligopoli pelaku usaha tertentu,” pungkas Susi. (Edi Mulyana)