KUPANG (CM) – Untuk mengatasi emisi gas metana pada area sawah tadah hujan di Kabupaten Kupang, Nusa Tenggara Timur, dilakukan penggunaan bakteri metanotropik untuk mengatasi masalah tersebut. Hasil dari penelitian ternyata tidak hanya menurunkan emisi gas metana namun juga dapat meningkatkan produksi GKP (gabah kering panen).
Indonesia merupakan negara agraris dimana mayoritas masyarakatnya bekerja disektor pertanian. Beras menjadi salah satu kebutuhan pokok yang paling banyak dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia.
Maka dari itu, terdapat banyak sawah yang dapat dijumpai di Indonesia. Salah satunya berada di Kabupaten Kupang, Nusa Tenggara Timur. Sawah di Kabupaten Kupang, NTT menggunakan sistem sawah tadah hujan, dimana perairan sawah sangat bergantung pada air hujan.
Lahan sawah yang tergenang menjadi salah satu sumber emisi metana. Hal tersebut berasal dari pemberian pupuk anorganik oleh petani. Adapun upaya yang dapat dilakukan untuk mengurangi ketersediaan emisi gas metana di lahan pertanian yaitu dengan bakteri yang dapat mengoksidasi metana.
Bakteri ini selain dapat mengurangi jumlah emisi gas metana juga sekaligus dapat meningkatkan ketersediaan karbon dioksida, karena peranan bakteri ini sebagai oksidator metana.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Rizki dkk pada sawah tadah hujan di Nusa Tenggara Timur, bakteri metanotropik tidak hanya efektif dalam meningkatkan jumlah GKP (gabah kering panen), tetapi juga dapat menurunkan emisi gas metana.
Bakteri metanotropik yang digunakan adalah Methylocystis rosea BGM 1, Methylobacter sp. SKM 14, Methylocystispalvus BGM 3 dan Methylococcuscapsulatus BGM 9. Bakeri isolasi dari Methylocystispalvus dan Methylobacter sp. diketahui memiliki gen nif H dan gen nif D, yang merupakan gen yang berfungsi dalam pengikaan nitrogen.
Gen-gen tersebut membuat bakteri dapat meningkatkan ketersediaan nitrogen untuk pertumbuhan padi. Nitrogen berfungsi sebagai komponen pembentukan klorofil sehingga terlibat dalam proses fotosintesis, dengan begitu dapat meningkatkan produksi dari GKP (gabah kering panen), meningkatkan protein, dan menjadi komponen dalam pembentukan organ pada tanaman.
Pada sawah tadah hujan, ketika hujan turun pada saat periode awal pertumbuhan akan memicu terjadinya emisi metana secara besar-besaran. Gas metana yang dibentuk dari kondisi anaerobik akan tinggal sementara dalam genangan air.
Ketika kering, sebagian besar metana yang terjebak akan dioksidasi, lalu, sebagian besar akan lepas ke atmosfir seketika saat genangan berkurang dan saat terjadi aerasi. Kemampuan bakteri metanotropik mentransformasi CO2 menjadi proses oksidasi metana dengan menggunakan enzim methane monooxygenase (MMO).
Oksidasi metana bisa terjadi pada kondisi lingkungan aerobik dalam akar dan pada permukaan tanah yang terkontaminasi. Penggunaan bakteri metanotropik dan pengurangan dosis NPK yang optimum dapat meningkatkan produksi GKP (gabah kering panen) dan dapat menurunkan emisi gas metana di sawah tadah hujan. (Agus)