KOTA BANDUNG (CM) – Ingin berkunjung ke pusat mode dunia, tentu saja yang ada di dalam benak Anda adalah kota Paris di daratan Eropa Perancis.
Namun, Indonesia juga punya Paris, tepatnya kota Paris yang berada di pulau Jawa. Parijs Van Java, julukan ini melekat kuat pada perkembangan sejarah di Kota Kembang, Bandung.
Jika ingin mengikuti kaidah bahasa Belanda dan sejarah yang benar, kata Paris seharusnya ditulis sebagai Parijs bukan Paris.
“Sejak Pieter Sijthoff menjuluki kota Bandung sebagai Parijs van Java di awal mula abad 20, kota ini terus menggeliat menjadi kota yang dibayangkan sebagai Paris di Jawa: beradab, bersih, berbudaya dan fashionable. Namun, Kota Bandung tak sekadar kota bayangan, ia mesti tampil dalam busana molek dan tatapan mata kekinian yang menjamin derajat hidup orang banyak, yakni adil, makmur, toleran, dan damai,” tutur Andrias Arifin, selaku anggota komunitas Tjimahi Heritage kepada Cakrawalamedia, Kamis (03/01/2019)
Jika flashback ke zaman dulu, banyak sekali kearifan lokal yang patut kita pelajari, terlebih bagi kaum milenial agar semakin mengenal tentang sejarah.
Sejarah mencatat bahwa sebutan Bandung Parijs Van Java sangat penting untuk promosi dagangan orang dulu. Sejak lama Paris jadi kiblat mode dunia, sehingga embel-embel nama Paris diharapkan mencuri minat orang untuk datang ke pasar malam tahunan di Bandung.
“Slogan Parijs Van Java semakin populer setelah Bosscha (pengelola perkebunan terkemuka di Hindia Belanda saat itu, yang juga pemilik Observatorium Bosscha) sering mengutipnya dalam berbagai kesempatan pidato di depan masyarakat Bandung.
Sejak dulu, di dunia fashion dan seni, selera Bandung lagi-lagi “sangat Paris”. Di Bandung pada era 1900-an, ada sebuah toko bernama Aug. Hegelsteens Kledingmagazijn (terletak di kawasan Jalan Braga), tempat orang-orang Bandung yang ingin tampil “lebih terkini”. Toko itu semakin terkenal saat berganti nama menjadi berbau Prancis: Au Bon Marche Modemagazijn yang didirikan oleh pebisnis A. Makkinga pada 1913.
Kabarnya, Toko Au Bon Marchel dikenal bergengsi saat itu, tercermin dari setiap iklan mereka di majalah-majalah. Di sana mereka menawarkan aneka mode berbahan sutera lembut dengan pilihan desain motif bunga dan sandang bergaya elegan. Di tulis di dalam iklan tersebut: wij brengen steeds de laatse mode (kami selalu menyajikan mode terbaru).
Bagaimana soal harga di Toko Au Bon MarcheI Modemagazijnronisnya? Jangan tanya, tentu saja selangit. Hal ini wajar mengingat pakaian yang dipajang di etalase toko tersebut adalah mode kelas satu sehingga kalangan biasa sulit untuk memilikinya. Kenyataan ini sungguh ironis jika mengetahui nama bon marche sendiri dapat diartikan secara bebas menjadi “belanja murah meriah”.
Kota Bandung dikenal juga dengan kota yang penuh dengan kenangan sejarah perjuangan rakyat Indonesia pada umumnya, beberapa monumen telah didirikan dalam memperingati beberapa peristiwa sejarah tersebut, di antaranya Monumen Perjuangan Jawa Barat, Monumen Bandung Lautan Api, Monumen Penjara Banceuy, Monumen Kereta Api dan Taman Makam Pahlawan Cikutra.
Seni, Sejarah, dan Fashion kian berkembang seiring dengan perubahan zaman. Namun tentu saja bangunan-bangunan historis harus tetap berdiri kokoh sebagai saksi sejarah agar anak cucu kita di masa depan dapat mempelajarinya dan tidak akan melupakan jati diri serta tetap ingat pada nenek moyangnya. (Intan)





