TASIKMALAYA (CM) – Mahasiswi dari Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Tasikmalaya melaksanakan praktek dan supervisi konseling kesehatan mental selama tiga bulan. Kegiatan praktek lapangan tersebut membantu pemulihan anak yang trauma akibat pergaulan bebas.
Salah satu Mahasiswi, Nisa Mu’alimah Fajrin (21), mengatakan, mengaku penasaran usai melakukan kerja lapangan bersama KPAID Kabupaten Tasikmalaya.
Rasa ingin tahu tentang bagaimana kondisi anak di lapangan serta sejauhmana pola asuh orangtua. “Anak harus diperhatikan mulai dari 4 bulan kandungan hingga 18 Tahun. Jangan dicuekin,” paparnya, di Kantor KPAID Kabupaten Tasikmalaya, Selasa (05/11/2019).
Bahkan, menurutnya, masih ada beberapa orangtua yang tidak berpikir seperti demikian. Tak sedikit anak kandung yang mendapat perlakuan tidak enak dari keluarganya sendiri.
“Sehingga tiap ada masyarakat yang mendatangi KPAID, selalu mendadak sembuh dan tidak terulang lagi walaupun penyembuhan teknik hinotrafinya hanya satu kali,” ujar ia.
Nisa menegaskan bahwa anak bukan hanya menjadi objek saja, tapi juga subjek pembangunan. “Semua orang yang belum berusia 18 tahun termasuk anak. Bahkan termasuk anak yang masih berada di dalam kandungan. Mereka semua punya hak hidup dan mendapat gizi,” tuturnya.
Sementara itu, Ketua KPAID Kabupaten Tasikmalaya Ato Rinanto mengungkapkan, anak adalah bagian yang tidak terpisahkan dari keberlangsungan hidup manusia dan sebuah bangsa juga negara.
Agar kelak mampu bertanggungjawab, katanya, setiap anak perlu mendapat kesempatan yang seluas-luasnya untuk tumbuh dan berkembang secara optimal, baik secara fisik, mental, maupun sosial.
Untuk itu, lanjut Ato, perlu dilakukan upaya perlindungan untuk mewujudkan kesejahteraan anak dengan memberikan jaminan terhadap pemenuhan hak-haknya tanpa perlakuan diskriminatif. (anto)