TASIKMALAYA (CM) – Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Pusat, Susanto, mengaku sangat menyayangkan dengan maraknya kasus kekerasan terhadap anak di berbagai daerah belakangan ini. Salah satunya di Kabupaten Garut belum lama ini akibat tindakan kekerasan penusukan.
“Kejadian itu tentu akan kami dalami secara utuh, apakah sebelumnya pernah terjadi tindakan yang sama atau tidak. Karena, anak itu kan pola pikirnya sangat berkembang, bisa saja ada faktor lain yang bisa menggiring pada kejadian itu,” terangnya, saat wawancara di komplek Rumah Dinas Bupati Tasikmalaya, Rabu (25/07/2018).
Pihaknya akan melakukan koordinasi dengan kepolisian. Kemudian, upaya lainnya akan mengumpulkan berbagai informasi khususnya dari keluarga dan masyarakat sekitar. Hal itu, katanya, dilakukan sebagai tindakan awal dalam penanganan hukum yang profesional.
“Kami akan terus melakukan pengawasan kepada anak, karena sistem Undang-Undang peradilan pidana anak Negara harus memberikan pendampingan hukum dan ini sangat penting harus diberikan terutama oleh Negara kepada yang bersangkutan,” terangnya.
Menurut ia, kasus kekerasan dan pelecehan terhadap anak bukan hal yang baru atau tren lokal tetapi sudah menjadi Nasional dan itu terjadi sejak 2014 lalu. Hal tersebut mendapatkan respon Presiden melalui penerbitan Perpu Kebiri yang harus ditangani dengan maxsimal.
“Perlu diktahui, terjadinya tindakan kekerasan seksual terhadap anak hampir 90 persen berasal dari orang terdekat atau lingkungan sekitarnya. Ini dibuktikan dengan adanya jumlah kasus yang terjadi tahun sebelumnya. Sejak awal bulan Januari hingga 2018 sekarang ini ada perbedaan yang muncul ke permukaan adalah trennya, bukan kasusnya,” ujar ia.
Dia pun mencontohkan, di awal 2018 muncul satu kasus korbannya banyak seperti di Kabupaten Tangerang, pelakunya satu dan korbannya mencapai 45 orang. Kemudian, di Jambi satu kasus korbannya sekitar 80 orang, di Aceh 25 orang, dan Karang Anyar 6 orang.
“Tingginya tren ini diperlukan adanya aktifitas semua dari mulai kita, orangtua yang harus selalu mengawasi terutama dari konten-konten fornografi yang menjadi pemasok kasus kejahatan sekssual,” pungkasnya. (Edi Mulyana)