PANGANDARAN (CM) – Bantuan Sosial Tunai (BST) adalah bantuan yang bersumber dari Kementrian Sosial Republik Indonesia yang akan diberikan kepada masyarakat berdasarkan pada Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS).
Sedangkan Bantuan Langsung Tunai (BLT) adalah bantuan yang berasal dari alokasi dana desa pada Anggaran Pendapatan Belanja Desa (APBDes) yang akan diberikan oleh pemerintah kepada masyarakat yang kehilangan mata pencaharian karena pandemik virus corona atau Covid-19.
Selain itu juga bagi masyarakat yang tidak menerima dana Progam Keluarga Harapan (PKH), Kartu Sembako, Paket Sembako, Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT) hingga Kartu Pra-Kerja. Selain itu, TNI, Polri, PNS, Pensiunan dan perangkat desa tidak diperbolehkan menerima bantuan baik BST maupun BLT.
Namun, hasil penelusuran cakrawalamedia.co.id dilapangan, penyaluran bantuan sosial tunai atau BST tidak tepat sasaran, pasalnya, banyak penerima BST dari kalangan orang yang mampu, rumah gedung, kendaraan sepeda motor lebih dari satu unit, punya mobil dan Kepala dan Perangkat Desa pun menerima bantuan tersebut.
Menanggapi terkait Kepala dan Perangkat Desa Cibuluh, Kecamatan Kalipucang yang menerima Bantuan Sosial Tunai Kemensos RI, Wakil Ketua DPC Asosiasi Pemerintah Desa Seluruh Indonesia (Apdesi) Kabupaten, Jawa Barat, Sugiono SH angkat bicara.
Sugiono menyebutkan, tentunya BST Kemensos itu diambil dari data Non-DTKS, besar kemungkinan itu mengambil dari data kemiskinan yang tercatat, dan manakala ada kepala dan perangkat desa yang tercatat dan menerima BST mungkin bisa saja terjadi.
“Kemungkinan terjadi, karena DTKS itu paling cepat satu tahun sekali di validasi. Nah data perangkat dan kepala desa yang menerima mungkin itu belum tervalidasi,”kata Sugiono kepada cakrawalamedia.co.id usai audensi di gedung DPRD Pangandaran, Selasa (02/06/2020).
Menurut pandangan wakil Ketua DPC APDESI Kabupaten Sugiono, bantuan sosial tunai tersebut sebaiknya gak usah di ambil atau menolak.
“BST tersebut tidak di ambil pun bisa, dan tentunya kalau sekarang yang bersangkutan mungkin sudah tidak termasuk miskin walaupun DTKS nya tercatat,”ujarnya.
Sugiono menyampaikan, kalau di uji dari kelayakan perangkat dan kepala desa sudah tidak termasuk kategori miskin karena sudah punya penghasilan yang nilainya lebih dari Rp 1500.000.
“Standar kemiskinannya kan yang berpenghasilan segitu, nah kalau untuk perangkat dan kepala desa tentu sudah di atas itu,”tutur Sugiono.
Ketika di mintai pendapat, dana BST Kemensos dicairkan dengan alasan dari pada masuk kembali ke Kas Negara lebih baik di serap oleh yang bersangkutan.
Dia menegaskan, mau apapun alasannya menurut kami mending di tolak, seperti contoh dana tersebut diserap oleh yang bersangkutan yaitu perangkat dan kepala desa dan kemudian di alihkan kepada warga yang lebih berhak.
“Padahal cuma pinjam nama saja sedangkan uangnya di alihkan kepada warga, namun tetap saja pandangan masyarakat bakal negatif, jadi mau beralasan dari pada dana tersebut dikembalikan lagi ke kas negara itu sangat salah,”pungkasnya. (Andriansyah)
							




