KOTA BANDUNG (CM) – The Indonesian AIDS Conference 2019 membuka ruang bagi pemerintah daerah untuk secara bersama dengan para pemangku kepentingan lainnya bergerak berbagi pengetahuan untuk menanggulangi masalah HIV AIDS yang terus berkembang demi percepatan program penanggulangan HIV AIDS di Indonesia.
Hari kedua, di Ballroom D, El Royale Hotel Bandung, Sabtu (30/11/2019), peran Pemerintah Daerah melalui inovasi dan kolaborasi penciptaan lingkungan kondusif, menekankan pada pendekatan perubahan perilaku.
Inovasi dan penguatan komitmen pencapaian strategi tersebut, berdasarkan 3 program penting: Zero new infection, Zero AIDS related death, and Zero discrimination melalui pendekatan perubahan perilaku.
Perwakilan dari Pangdam III/Siliwangi yang turut mengikuti diskusi forum kepala daerah se-Indonesia tersebut menyatakan bahwa prajurit TNI berada pada garda terdepan dalam upaya melakukan penyuluhan tentang bahaya HIV AIDS.
“Bagi kami, pencegahan AIDS tidak bisa ditawar-tawar. Bisa dibayangkan bagaimana jika prajurit TNI terjangkit penyakit mematikan ini?. Kami anggota TNI yang banyak ditugaskan ke luar daerah rentan godaannya karena jauh dengan keluarga. Mengenai HIV AIDS, kami akan memberikan penyuluhan secara continue mengenai efek buruk HIV AIDS ini,” paparnya.
Sedangkan perwakilan dari Kejaksaan Tinggi Jawa Barat menegaskan bahwa pihaknya giat melakukan penyuluhan agar masyarakat bisa lebih faham mengenai bahaya HIV AIDS. “Saat ini, kami memberikan informasi dan edukasi kepada berbagai sektor dan lembaga. Misalnya ke sekolah, ke desa-desa, dan ke kabupaten/kota se-Jabar. Hal tersebut berguna agar masyarakat melek informasi,” tegasnya.
Penyakit HIV AIDS telah menyerang jutaan penduduk di dunia. Pria, wanita, bahkan anak-anak terjangkit virus tersebut dan penyebarannya sangat cepat. Untuk pasien penyakit menular, kewajiban tenaga kesehatan untuk memutus mata rantai penularan berdasarkan UU No 4 tahun 1984.
Standar pelayanan minimal di bidang kesehatan mengatakan bahwa setiap orang beresiko terinfeksi HIV harus mendapatkan pemeriksaan sesuai standar. Dalam hal ini, hukum menjadi tonggak penting dan berperan pada pelaksanaan pemutusan rantau penularan penyakit.
Mengenai bidang hukum, Rina Parina SKM., MH menuturkan bahwa rantai penularan penyakit harus diputus berdasarkan hukum yang berlaku. “Sebagai contoh, di Kabupaten Tasikmalaya, tenaga kesehatan konselor menjelaskan pelaksanaan perlindungan hukum dalam memberikan informasi tentang HIV AIDS sebagai upaya memutuskan rantai penularan penyakit, perlindungan hukum bisa bersifat prefentif maupun refresif,” tuturnya, Jumat (29/11/2019).
Alumni Fakultas Hukum Universitas Islam Bandung ini mengatakan bahwa harus ada kekompakan di lintas sektor dan lintas program, di Kabupaten Tasikmalaya program itu masuk SPM, SPM harus diperiksa sesuai dengan standar. (Intan)