News

Eva-Evi Penulis Kembar Pertama di Indonesia

928
×

Eva-Evi Penulis Kembar Pertama di Indonesia

Sebarkan artikel ini
Eva-Evi Penulis Kembar Pertama di Indonesia

BANDUNG (CAMEON) – Bagi sebagian orang, menjadi anak kembar nampaknya sangat menyenangkan. Tidak sedikit pasangan suami-istri membuat program hamil anak kembar. Artis yang baru melahirkan anak kembar, yaitu Chintia Lamusu. Istri dari Surya Saputra ini memiliki anak kembar Putra-putri. Dalam instagram keduanya, hampir setiap hari memposting kegiatan Bima dan Tatjana.

Secara kasat mata, anak kembar selalu memiliki teman bermain dan tidak pernah sepi. Keduanya bisa berbagi satu sama lainnya tentang apapun. Namun, dibalik itu semua ternyata ada banyak hal yang tidak menyenangkan. Terutama membandingkan dan bersaing satu dengan lainnya.

Di Kota Bandung, terdapat seorang anak kembar yang memiliki hobi yang sama. Lalu, menuliskan semua kisahnya dalam sebuah buku. Mereka adalah Eva Sri Rahayu dan Evi Sri Rezeki. Sebelumnya, kedua anak kembar sama-sama menelurkan buku pribadi. Eva Sri Rahayu berhasil menerbitkan tiga buku. Di antaranya, Love Puzzle, Dunia Trisa dan I am Not Underdog. Sedangkan Evi Sri Rezeki yakni, Cine Us. Keduanya berhasil buku duet pertama yang diberi judul Twiries yang diterbitkan di Divapress, Jogjakarta.

Menurut Evi akibat sering bersama, keduanya sering bersaing satu sama lain. ”Kami berdua bersaing sengit. Sebenarnya, cape kalau bersaing terus. Apalagi saingannya itu saudara sendiri,” kata Evi.

”Saingan sama saudara sendiri itu nggak enak. Apalagi kita ini sangat dekat satu sama lain,” imbuhnya.

Di sisi lain, setiap kali bertemu orang keduanya seringkali dibanding-bandingkan satu sama lain. Hal tersebut keduanya membuat tidak nyaman. Serta, hal itu menjadi awal mula keduanya bersaing.

Buku yang ditulis pada 2014 itu merupakan buku pertama yang menuliskan kisah anak kembar. Bahkan, buku tersebut menjadi titik balik keduanya untuk berhenti bersaing satu sama lainnya. Dia mengungkapkan, keduanya berhenti bersaing satu sama lain tepat di tahun 2011. Saat keduanya saling menyadari bahwa persaingan di antara keduanya sudah tidak sehat.

”Persaingan di antara kita tuh ketat banget. Bersaing dengan orang yang sama, bahkan dengan kembaran sendiri rasanya nggak enak,” tuturnya.

Untuk menyelesaikan novel duet tersebut, menurut kembar kelahiran 17 Juli ini, membutuhkan waktu yang cukup panjang. Ide tersebut tercetus sejak 2006. Namun baru 2014, buku tersebut bisa terbit. Sebab, keduanya masih belum melepaskan persaingan satu sama lainnya.

Keduanya selalu ingin terlihat lebih dominan. Setelah mengalami masa penerimaan, artinya mereka berdua menurunkan ego masing-masing, barulah keduanya bisa menyelesaikan buku tersebut. Sesudah ada masa penerimaan, keduanya malah bangga dan menunjukkan bahwa keduanya anak kembar.

”Saat ini, kami tidak lagi malu jika harus ikut komunitas yang sama. Malah kami sering mendatangi acara berdua. Kami bangga menjadi anak kembar,” ungkapnya.

Dahulu ketika masih kecil, keduanya tidak mau ada satu orang pun yang mengetahui mereka adalah anak kembar. Hal ini terjadi ketika keduanya masuk pada fase remaja. Hal ini pun berlanjut sampai keduanya menginjak dewasa. Keduanya tidak mau mengikuti komunitas yang sama. Bahkan, keduanya saling mengancam tidak boleh ikut dalam satu komunitas yang sama.

”Kalau saya ikut komunitas blogger, dulu tuh saya gak suka kalau Eva harus ada di komunitas tersebut,” ucapnya.

Diakui olehnya, selera menulis dengan Eva sangat berbeda jauh. Dia sangat menyukai tulisan yang berbau sastra. Sementara Eva menyukai tulisan yang agak ringan. Bukan hanya itu, selera baju yang dipakai keduanya sangat berbeda. Dia menyukai gaya yang sporty. Sementara, Eva sangat menyukai gaya feminim.

Saat ini, keduanya sedang membuat sebuah komunitas tentang anak kembar. Nama komunitas tersebut adalah Twin Universal (Twivers). Komunitas yang berdiri pada 2015 dibuat untuk mewadahi beberapa anak kembar dan keinginan-keinginan dari anak kembar.

Dalam komunitas tersebut, dirinya membuat dua kegiatan menjadi offline dan online. Di antaranya Sharing segala hal tentang anak kembar, writing challenge, reading campaign, gathering, dan watching campaign.

“Pengayaan buku-buku untuk perpustakaan umum yang membutuhkan. Program ini bekerjasama dengan penerbit-penerbit. Bagi siapa saja yang memiliki perpustakaan umum non profit bisa memasukkan proposal pada komunitas TwiVers dengan menyertakan foto-foto perpustakaan tersebut,” terang Evi.

Kegiatan offline dilakukan sebanyak enam bulan sekali dengan melakukan gathering dan perlombaan kembar kompak. Kegiatan online yang digalakan adalah mencakup gerakan membaca, menonton film, dan membuat perpustakaan. Kegiatan-kegiatan tersebut masih sebatas pada kegiatan yang disukai oleh keduanya.

Saat ini komunitas tersebut diikuti oleh 50 orang. Tetapi, hanya 10 orang anak kembar di dalamnya. Diharapkan dari komunitas tersebut, bisa bertambah banyak anak-anak kembar yang ikut.

Setelah selesai menyelesaikan buku pertamanya tentang dunia anak kembar, keduanya sedang membuat buku tentang anak kembar kembali. Buku tersebut adalah kelanjutan dari kisah yanng pertama. Serta diperkirakan tahun ini akan terbit.

”Buku kedua akan lebih seru. Bahkan dibuku ketiga, akan jauh lebih seru lagi,” tuturnya.

Dirinya menambahkan, buku tentang anak kembar akan dibagi menjadi tiga sesi. Bahkan, buku ketiga membahas tentang traveling ke seluruh Indonesia untuk melihat kebudayaan Indonesia.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *