KOTA TASIK (CM) – Kisruh pelaksanaan Sistem Penerimaan Murid Baru (SPMB) tahun ajaran 2025–2026 menuai sorotan tajam. Tidak hanya membuat para calon peserta didik resah karena takut gagal melanjutkan ke jenjang SMA negeri, sistem ini juga memicu kegelisahan di kalangan orang tua.
Anggota DPRD Kota Tasikmalaya, Kepler Sianturi, menyoroti ketidakjelasan dalam penerapan berbagai jalur seperti zonasi, afirmasi, dan jalur prestasi yang kini lebih banyak bergantung pada nilai rapor atau NEM—namun masih berujung pada tes tambahan. Ia menyayangkan bahwa sistem ini justru membingungkan dan tidak efektif.
“Kalau bicara soal SPMB, dulu zaman sistem NEM itu simpel. Semua tahu aturannya. Tak perlu sosialisasi yang ribet karena sudah berjalan bertahun-tahun dan nyaris tanpa masalah,” kata Kepler saat diwawancara, Kamis, 24 Juli 2025.
Menurut Kepler, program Penjaringan Aspirasi Peserta Didik Sekolah (PAPS) yang digulirkan oleh Gubernur justru dipersulit oleh pelaksana teknis di lapangan, baik di sekolah maupun Kantor Cabang Dinas (KCD). “Sudah lolos jalur NEM, malah diminta tes ulang. Padahal nilai NEM itu representasi konkret hasil belajar selama tiga tahun,” ujarnya.
Baca juga: Ayam Tiren 100 Kilogram Sehari? DPRD Sidak Rumah Potong
Ia menilai sistem baru yang kerap berganti istilah dari PPDB ke SPMB hingga PAPS membuka ruang bagi berbagai kepentingan. “Kalau gubernur niatnya mencegah anak putus sekolah, tapi praktiknya malah rentan disusupi oleh kepentingan dinas, sekolah, KCD, bahkan oknum lainnya,” katanya.
Kepler mengungkapkan satu kasus yang menurutnya mencerminkan ketimpangan sistem: seorang siswa peraih juara 1 Olimpiade O2SN tahun 2024 kesulitan masuk ke SMA Negeri yang diidamkan. “Kalau siswa berprestasi saja dipersulit, saya rasa arah kebijakan ini patut dipertanyakan,” tegasnya.
Ia juga mempertanyakan klaim bahwa sistem ini bertujuan menuju standar pendidikan nasional. “Tujuannya katanya ke standar nasional, tapi kenyataannya belum tercapai juga. Ini harus dievaluasi total,” kata Kepler.
Sebagai solusi, ia mendorong Dinas Pendidikan dan KCD untuk berkoordinasi langsung dengan Kementerian agar SPMB tahun depan lebih terstruktur dan adil. “Saya sarankan kembalikan saja ke sistem NEM. Jelas, adil, dan tidak merepotkan semua pihak,” tutupnya.