BANTEN (CM) – Kamis siang di Kota Rangkasbitung, matahari tanpa sungkan memancarkan cahaya dan panasnya. Di tengah deretan rutinitas dan aktivitas masyarakat yang sudah modern yang pada umumnya menggunakan mobil dan motor, ternyata masih banyak orang yang menggantungkan hidupnya sebagai tukang becak.
Terlihat salah seorang bapak yang sudah cukup tua dengan semangat nya mengayuh pedal becak miliknya. Abah Syaripan (75) pria asal Lebak, Banten, di usia senjanya beliau tetap mengayuh hingga tak sempat mengeluh. Sengatan sang surya dan usia senja tak lekas membuat semangatnya padam untuk mencari nafkah.
Rasa setia Abah Syaripan kepada becak bermula sejak beliau masih bujang. “Abah narik becak dari waktu sebelum menikah tahun 73. Dulu awal narik masih punya orang (nyewa), alhamdulillah tahun 2003 sudah punya sendiri becak nya,” ujar Abah Syaripan.
Seolah tak mau kalah oleh Kawanan burung yang keluar mencari makan saat matahari terbit, kemudian pulang saat matahari terbenam. Setiap hari tepat pukul 7 pagi beliau pergi meninggalkan rumah untuk mencari rezeki, dan kembali pada saat matahari beranjak pergi. “Jam 7 pagi Abah berangkat, biasanya bareng sama karyawan toko dari desa sini yang kerja di pasar Rangkasbitung naik angkot. Nanti jam 3 sore baru becak nya abah simpan di penitipan becak dekat Pasar Baru,” tutur Abah Syaripan.
Akses jalan yang tidak mulus dan jarak tempuh yang jauh menuju rumah Abah Syaripan di desa Asem Margaluyu tidak memungkinkan untuk di lalui dengan becaknya, hal itu membuat Abah Syaripan harus pulang pergi dengan angkot.
Biasanya Abah Syaripan menunggu penumpang yang hendak memakai jasanya di sekitaran Pasar Rangkasbitung.
Dengan keterbatasan tenaganya yang sekarang, Abah hanya bisa mengangkut penumpang atau barang belanjaan dengan jarak tempuh yang tidak terlalu jauh. “Pernah waktu itu ada yang minta antar ke terminal Aweh, cuma Abah tolak karna engap dan sudah tidak kuat. Kalau dulu pas bujang kuat, kalau sekarang cuma bisa sekitaran sini aja, paling jauh cuma sampe terminal Mandala itu juga, ” ucap si Abah.
Tempaan kerasnya hidup nampak terukir jelas pada tubuh pria 75 tahun itu, terlihat dari banyaknya garis-garis biru kehijauan dan kulit yang kian men coklat bak caramel yang telah lama dipanaskan. Pori-pori kulit yang mengerut rapat dan sedikit mengkilap legam di bawah sengatan matahari.
Kendati sudah berumur Abah selalu sigap mengantar setiap penumpangnya menuju tempat tujuan. Lelah yang dirasa senantiasa ia tutupi dengan senyuman ramah penuh kerutan di wajah sembari terus mengayuh pedal.
Dengan membawa rupiah yang hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan keluarganya sehari hari, “Penghasilan nya ga menentu, kadang sehari lagi kosong ya kosong. Kadang sehari cuma dapet 15 ribu, kadang kalo lagi ada rezeki ya nyampe 150. Efek covid juga itu ngaruh banget ke 3 tahun belakang, hampir gak ada sama sekali. Padahal sebelumnya alhamdulillah lumayan perhari bisa 60rb-70rb perhari,” ucap Abah Syaripan.
Seiring dengan perkembangan zaman yang semakin maju, maraknya ojek online membuat peminat becak menjadi berkurang. Posisi becak pun dengan cepat tergeser, karena tarif yang lebih terjangkau serta akses yang lebih mudah dan luas. “biasanya sekarang cuma buat ngangkut belanjaan aja di terminal, kalau orang orang nya mah suka pengen cepet jadi pesen ojeg online,” bebernya.
Tetapi itu semua tidak membuat Abah Syaripan patah semangat untuk menjalankan tugasnya sebagai kepala keluarga. Dengan penghasilan yang semakin tak menentu sedangkan tuntutan kebutuhan hidup yang tak bisa disuruh menunggu mengharuskan si Abah terus bekerja dan berfikir keras untuk memenuhinya.
Alhasil selain menjadi tukang becak, Abah Syaripan juga melakoni kerja sampingan sebagai seorang kuli atau petani. “biasanya kalo enggak narik becak abah sambil kerja apa saja serabutan, angkut pasir, konstruksi, kalau sekarang paling ngurusin sawah orang di kampung atau kebun di belakang rumah,” ucap Abah Syaripan.
Kerja sampingan ini ia lakoni untuk menambah pemasukannya karena penghasilannya sebagai tukang becak masih jauh dari kata cukup.
Sudah Lebih dari 50 tahun Abah Syaripan mengais rezeki dengan menjadi tukang becak. Meski dewasa ini terasa semakin sukar untuk mencari penumpang, akan tetapi Abah memiliki keyakinan bahwa rezeki sudah ada yang mengatur dan pasti akan datang dari arah mana saja dan akan menemukanmu.
Abah juga senantiasa bersyukur karena di beri nikmat umur panjang dan fisik yang masih lumayan bugar.”alhamdulillah dikasih bonus umur melebihi Nabi, alhamdulillah juga mata telinga masih normal, masih bisa baca qur’an tanpa kacamata,” Kini beliau menikmati masa senjanya dengan penuh rasa syukur sembari terus mengayuh pedal becak ditengah peliknya kehidupan kota. ***
(Ina Puspita Ramadhan).