KOTA TASIKMALAYA (CM) – Aliansi Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Tasikmalaya dari berbagai Universitas mulai dari Unper, BSI, UPI LP3I, Unsil dan STIA melakukan audensi ke kantor Dinas Tenaga Kerja terkait kebijakan Undang Undang Omnibus Lauw yang dinilai akan merugikan pihak-pihak terkait, diantaranya yang berkaitan dengan kebijakan Dinas Tenaga Kerja tentang pekerja dan mudahnya para investor untuk masuk ke Indonesia termasuk ke Kota Tasikmalaya.
Presma BEM STIA, Naufal M Rakim dan Presiden BEM Rema UPI Tasikmalaya, Fajar Reza Fitria mengatakan, pihaknya menuntut adanya rancangan Undang-Undang Omnibus Lawa yang sedang menjadi pembahasan di tiap elemen dan lapisan masyarakat khususnya di kalangan para buruh.
“Kami rasa RUU Omnibus Lawa ini masih ada yang rancu di tiap pasal dan ayatnya. Ada 8 RUU Omnibus Law yang menjadi gejolak di masyarakat, sehingga menjadi tuntutan kami kepada pemerintah,” jelasnya, Selasa (17/03/2020).
Ia menyebut, delapan tuntutan rancangan Omnibus Law yaitu:
- Hilangnya upah minimum di kabupaten dan kota serta waktu kerja yang dieksploitasi.
- Masalah aturan pesangon yang dianggap menurun dan tanpa kejelasan aturan mengenai pesangon (UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan).
- Sistem alih daya yang bebas.
- Sanksi pidana bagi perusahaan yang melanggar dihapuskan. Hanya dikenakan sanksi administrasi saja dan hilangnya peranan pemerintah dalam hal ini.
- Karyawan kontrak dilaksanakan sesuai kesepakatan, tidak ada peran serta dari pemerintah.
- Hilangnya jaminan sosial bagi buruh khususnya jaminan kesehatan dan jaminan pensiun.
- Penggunaan tenaga kerja asing yang mudah.
- Hilangnya perlindungan perempuan terkait cuti melahirkan dihilangkan). Solusi yang ditawarkan.
Tuntutan Aliansi BEM yakni:
- Menolak secara penuh RUU Omnibus Lawa yang tidak pro terhadap rakyat.
- Pemerintah kota dan kabupaten mendukung mengenai pengkajian utang RUU Omnibus Lawa sebelum ditetapkan dan disahkan.
- Pengkajian ulang RUU Omnibus Lawa harus melibatkan lapisas dari masyarakat khususnya buruh dan unsur mahasiswa pemerintah Kota dan kabupaten menyatakan sikap atas penolakan RUU Omnibus Law.
Sementara itu, Kedisnaker Kota Tasikmalaya, Rahmat Mahmuda mengatakan, dari hasil kesepakatan dan diakhiri dengan penandatanganan hingga penyerahan 2 lembar keetas berisi 3 poin tuntutan yang telah disepakati.
“Pada dasarnya kami setuju dan merespon tiga poin yang disampaikan adik-adik mahasiswa dari Aliansi BEM. Namun di poin pertama perlu ada revisi bukan menolak secara penuh RUU Omnibus Lawa yang tidak pro terhadap rakyat. Tapi yang benar menolak secara penuh sesuai dengan kewenangan Dinas Ketenagakerjaan. Jadi tidak gelobal seperti menyangkut pada RUU Pertanian dan lainnya,” tags Rahmat kepada media di ruang kerjanya.
Ia menjelaskan yang namanya tuntutan itu hal yang wajar, terlebih para mahasiswa sebagai generasi penerus yang berhak untuk menyampaikan pendapat yang menyangkut kepentingan publik. “Apalagi cara penyampaiannya sangat santun tidak disampaikan di jalanan, jadi gak perlu mengerahkan masa harus turun ke jalan yang lebih banyak,” pungkasnya. (Edi Mulyana)