KOTA TASIK (CM) – Bawaslu Kota Tasikmalaya kembali menyoroti pentingnya penyelenggaraan pemilu yang inklusif bagi seluruh warga negara, termasuk kelompok penyandang disabilitas.
Isu tersebut menjadi fokus dalam kegiatan Ruang Dalam Kelas (RDK) bertema “Penguatan Pemahaman Pengawasan Partisipatif kepada Penyandang Disabilitas” yang digelar di Ruang Rapat Bawaslu Kota Tasikmalaya, Jalan Letnan Harun.
Kegiatan ini diikuti siswa SLB, mahasiswa, serta perwakilan berbagai organisasi penyandang disabilitas. Para peserta berdiskusi mengenai tantangan yang masih dihadapi pemilih disabilitas, mulai dari keterbatasan akses informasi, kondisi fasilitas TPS, hingga jaminan kerahasiaan suara.
Salah satu peserta, Dera Marsela, mahasiswi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Siliwangi, menyampaikan bahwa penyandang disabilitas masih menghadapi kerentanan dalam menyalurkan hak pilih.
“Kerentanan penyandang disabilitas bukan hanya soal keterbatasan fisik atau sensorik, tetapi juga akses informasi, pemahaman regulasi, dan bagaimana sistem pemilu memberikan ruang partisipasi yang aman dan adil,” ujar Dera, Senin 24 November 2025.
Menurutnya, kegiatan seperti RDK penting untuk meningkatkan literasi politik dan pemahaman mengenai mekanisme pengawasan pemilu. Ia menambahkan bahwa regulasi seperti Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 dan perubahannya pada Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2023 sudah mengatur perlindungan hak politik penyandang disabilitas, tetapi implementasinya perlu didorong lebih optimal.
Akses TPS Belum Ideal
Pegiat sosial dari Paguyuban Pegiat Disabilitas Tasikmalaya (Papeditas), Aris Rachman, M.Pd, mengapresiasi kegiatan Bawaslu namun menilai aksesibilitas pemilu masih jauh dari memadai.
“Hambatan di lapangan masih banyak. Template kertas suara braille, misalnya, belum sepenuhnya dapat menjamin kerahasiaan suara pemilih netra karena huruf braille yang kurang maksimal,” kata Aris.
Ia menyebutkan, pemilih netra masih sering memerlukan pendamping untuk mencoblos. Selain itu, beberapa TPS belum ramah kursi roda, dengan ramp minim atau ruang sempit yang menghambat mobilitas.
Aris menegaskan, penyediaan fasilitas aksesibilitas bukan sekadar pemenuhan syarat administratif, tetapi bentuk penghormatan negara terhadap hak asasi penyandang disabilitas.
Komitmen Bawaslu Memperkuat Inklusivitas
Ketua Bawaslu Kota Tasikmalaya, Zaki Pratama Sauri, menegaskan bahwa setiap warga negara yang memenuhi syarat usia memiliki hak pilih yang sama, tanpa kecuali.
“Undang-undang tidak memandang bulu. Termasuk penyandang disabilitas, mereka memiliki hak yang sama untuk menyalurkan suara. Tugas kami memastikan hak itu terlindungi,” ujar Zaki, didampingi Koordinator Divisi Pencegahan Partisipasi Masyarakat dan Humas, Enceng Fu’ad Syukron, M.Pd.I.
Zaki menilai pelaksanaan regulasi teknis masih perlu diperkuat agar benar-benar memahami kebutuhan penyandang disabilitas. Ia mendorong sinergi antara masyarakat sipil, organisasi disabilitas, dan lembaga pendidikan untuk menciptakan pemilu yang lebih adil dan setara.
“Kami perlu kerja sama dari berbagai pihak agar pemilu tidak hanya berjalan prosedural, tetapi juga memberi ruang partisipasi yang setara bagi semua,” katanya.
Uji Petik Data Pemilih Disabilitas
Menindaklanjuti jumlah pemilih disabilitas yang belum pasti, Bawaslu berencana melakukan uji petik untuk memastikan akurasi data. Menurut Zaki, data yang valid akan membantu menentukan kebutuhan riil pemilih disabilitas serta menyusun strategi pengawasan dan pendidikan politik yang lebih efektif.
Hasil uji petik tersebut akan menjadi dasar penyusunan program pemberdayaan yang lebih inklusif, termasuk peningkatan fasilitas TPS dan pendampingan pemilih.
Zaki berharap kegiatan RDK dapat menjadi langkah konkret menuju pemilu yang lebih inklusif. “Dengan komitmen bersama, tantangan seperti aksesibilitas, minimnya informasi yang disesuaikan, hingga kerentanan terhadap pengaruh lingkungan dapat diatasi. Harapannya, pemilu mendatang memberikan pengalaman yang lebih adil, aman, dan setara bagi seluruh pemilih,” ujarnya.





