KOTA TASIK (CM) – Maraknya gelombang bencana lingkungan, seperti banjir yang meluap, longsor yang merusak, dan kekeringan yang mengeringkan sumber-sumber air, semuanya terbangun sebagai akibat perubahan yang tak terkontrol dalam fungsi lahan.
Sayangnya, perubahan tersebut sering kali terjadi tanpa menghiraukan kerapuhan daya dukung lingkungan. Semua ini, menjadi fokus utama yang diperhatikan oleh Cabang Dinas Kehutanan Wilayah VI Jawa Barat, dalam gelaran Focus Group Discussion (FGD) yang bertajuk Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS), di Fave Hotel, Kamis, 10 Agustus 2023.
Kehadiran bencana semacam itu tak dapat dilepaskan dari kasus ketidapseuaian tata ruang dengan karakteristik kebencanaan hidrometeorologis. Selain itu, meningkatnya kebutuhan akan lahan untuk permukiman dan tempat tinggal juga telah menjadi pemicu bagi timbulnya bencana yang kian kerap terjadi di berbagai wilayah di Jawa Barat.
Dalam paparannya, Kepala Cabang Dinas Kehutanan Wilayah VI Jawa Barat, Iding Supriatna, menyoroti dampak dari pembangunan infrastruktur dan kegiatan pembangunan lainnya yang kerap memicu perluasan peruntukan lahan.
Sayangnya, perluasan tersebut kadang-kadang terjadi di kawasan budidaya yang seharusnya dilindungi, menyebabkan kerusakan pada sumber daya alam yang tak ternilai harganya.
Iding menegaskan, semakin meluasnya area-area yang rawan bencana dan semakin berkurangnya kapasitas daya dukung serta daya tampung lingkungan, diperlukan internalisasi dari Rencana Pengelolaan DAS Terpadu dan Rencana Umum Rehabilitasi Hutan dan Lahan DAS dalam kerangka Rencana Tata Ruang dan Wilayah.
Forum diskusi ini dihadiri oleh 30 peserta, mewakili berbagai pemangku kepentingan yang terkait dengan pengelolaan DAS di Kabupaten Tasikmalaya dan Kota Tasikmalaya.
Dari 30 peserta tersebut, 12 di antaranya berasal dari unsur pemerintah dan 18 lainnya berasal dari luar pemerintah, termasuk LSM, para ahli lingkungan, budayawan, serta komunitas yang peduli pada sungai.
Keterpaduan dalam pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) menjadi fokus menarik dalam diskusi tersebut. Menurut para peserta, pengelolaan ini tidak bisa dilepaskan dari peran dan kepentingan para pemangku kepentingan di wilayah DAS.
Oleh karena itu, partisipasi semua pemangku kepentingan, hingga tingkat terkecil, sangat dibutuhkan dalam semua tahapan, dari perencanaan hingga evaluasi, dalam upaya pengelolaan Daerah Aliran Sungai.
Asep Hidayat, yang lebih dikenal sebagai Abah Citanduy menyampaikan, keterpaduan ini harus melibatkan Kearifan Lokal sebagai hasil harmonisasi budaya dengan alam sekitar, serta menerapkan nilai-nilai religius di setiap aspek pengelolaan Daerah Aliran Sungai.
Abah Citanduy, yang telah mengabdikan diri selama 45 tahun dalam pengelolaan DAS di berbagai provinsi di Indonesia, mengusulkan dalam FGD agar melibatkan tokoh-tokoh agama, termasuk dari Majelis Ulama Indonesia (MUI).
Menurutnya, tokoh-tokoh agama memiliki peran penting dalam menangani masalah lingkungan, karena mampu membentuk pola pikir dan karakter yang positif melalui ajaran lingkungan yang dimiliki.
Sementara itu, peserta FGD merasa bahwa keberadaan Forum Koordinasi Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (FKPDAS) Jawa Barat masih sangat diperlukan sebagai wadah untuk mengoordinasikan semua pemangku kepentingan yang terlibat dalam pengelolaan DAS di wilayah Provinsi Jawa Barat.
Hal ini sejalan dengan amanat yang diberikan oleh peraturan seperti PP No. 37 Tahun 2012, Permenhut No. P.61/Menhut-II/2013, Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat No. 20 tahun 2014, dan Peraturan Gubernur Jawa Barat No. 78 Tahun 2020.
Sehubungan dengan hal tersebut, masa kepemimpinan FKPDAS Jabar untuk periode Tahun 2018-2023, sesuai dengan SK Gubernur Jawa Barat No. 614/Kep.1319-prodi/2018, akan berakhir pada tanggal 28 Desember 2023. Oleh karena itu, diperlukan persiapan untuk menghadapi proses reorganisasi dan revitalisasi kepengurusan FKPDAS Provinsi Jawa Barat untuk periode 2023-2028.
Mekanisme proses reorganisasi kepengurusan FKPDAS Jabar mengacu pada peraturan seperti Permenhut No P.61/Menhut-II/2013 (pasal 4 & 5) dan Pergub Jabar no. 78/2020 (pasal 12). Jika dianggap perlu, aturan Tata Tertib dalam proses reorganisasi kepengurusan dapat dikembangkan lebih rinci melalui kesepakatan para peserta rapat yang terlibat dalam proses reorganisasi tersebut.
Akhirnya, para peserta FGD sepakat untuk membentuk Forum Koordinasi Pengelolaan DAS Wilayah Kabupaten/Kota, yang akan diimplementasikan di masing-masing kabupaten dan kota.
Tindakan ini, yang akan diberdayakan melalui kerja sama dari masing-masing kabupaten dan kota, berakar pada pengenalan akan kebutuhan dan rasa tanggung jawab para pemangku kepentingan di berbagai lapisan wilayah, inisiasi yang terhembus dengan penuh semangat oleh pihak yang berfungsi sebagai Koordinator Tapak, yakni Cabang Dinas Kehutanan Wilayah VI.
Dalam momentum ini, lahir sebuah simfoni cinta bagi keberlanjutan DAS, menari dalam harmoni kepedulian, untuk mewujudkan lingkungan yang lestari dan cemerlang.*