KOTA TASIKMALAYA (CM) – Agus Harimurti Yudhoyono (AHY), putra pertama dari Presiden ke-6 Republik Indonesia, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menilai Pemerintahan sekarang tak berpihak kepada guru honorer.
“Dalam 4 tahun terakhir hingga hari ini banyak sekali saudara kita yang notabene sebagai guru honorer telah mengeluh karena seolah tidak lagi diperhatikan. Padahal, mereka sudah puluhan tahun mengabdi kepada negeri dan turut mencerdaskan anak bangsa,” paparnya di Bubur Zenal, Jalan R. Ikik Wiradikarta (Kalektoran), Kecamatan Tawang, Kota Tasikmalaya, Selasa (26/11/2018).
Dia menyebut bahwa keprihatinannya muncul setelah mendengarkan keluhan dari para guru honorer yang di antaranya di daerah Kebumen dan Cilacap. Perbulanya hanya mendapat 200-300 ribu rupiah.
“Bayangin saja, sangat jauh sekali dengan ketentuan UMK. Tentu ini mengetuk hati saya untuk selalu memperjuangkannya ke depan,” tegas AHY.
“Partai Demokrat Insya Allah tidak hanya omong doang, tapi telah memberikan bukti di masa lalu. Selama 10 tahun sampai dengan 2014 sudah memberikan dukungan kepada Presiden SBY yang menjabat pada waktu itu telah terbukti menaikan status guru honorer menjadi PNS. Alhamdulilah waktu itu ada jutaan orang yang diangkat jadi PNS dalam kurun waktu dua priode ,” ujarnya.
AHY menegaskan akan terus memperlihatkan kepeduliannya kepada para guru honorer yang ada di seluruh daerah termasuk di Kota Tasikmalaya untuk bisa meningkatkan kesejahteraan termasuk para pekerja. “Saat ini jumlah guru yang tak diketahui nasibnya pun tidak sedikit. Lebih dari 439 ribu orang yang masih belum menentu,” terang ia.
Dirinya mengimbau kepada seluruh wakil rakyat dan bakal calon legislatif yang ada di berbagai dapil terutama dari Partai Demokrat harus benar-benar fokus untuk memperjuangkan kesejahteraan para guru honorer.
“Saya lihat ada ketidakadilan di sini. Mereka telah mengabdi belasan bahkan puluhan tahun. Ketika sudah berharap untuk diangkat menjadi guru PNS, tapi ada peraturan batasan usia pengangkatan menjadi minimal 35 tahun. Tentu pendapat saya sangat menyakitkan dan ini sangat tidak adil,” ungkapnya.
“Meski harus ada persyaratan dan kompetensi tertentu yang harus dipenuhi, tapi jangan sampai mereka seolah tidak diperhatikan sama sekali, yang harus dipikirkan semakin lama semakin tua usiannya, bahkan mau menjelang masa pensiun mereka tidak mendapat apa-apa. Kasihan sudah puluhan tahun mengabdi. Coba pikirkan, tidak akan ada saya di sini, tidak akan ada Presiden, Menteri, Jenderal kalau tidak ada guru. Guru adalah pahlawan tanpa jasa yang selalu bekerja keras untuk kita,” tandasnya. (Edi Mulyana)