News

Merah Putih Membentang di Sungai Ciwulan, Tasik Baseuh Gerakan Cinta Sungai dan Tanah Air

73
×

Merah Putih Membentang di Sungai Ciwulan, Tasik Baseuh Gerakan Cinta Sungai dan Tanah Air

Sebarkan artikel ini

KOTA TASIK (CM) – Menjelang senja pada Minggu 9 November 2025, langit Tasikmalaya berpendar lembut di atas tebing dan aliran Sungai Ciwulan. Di tengah gemuruh arus yang turun dari lereng Gunung Cikuray, ratusan orang berdiri berjajar di tepian sungai sambil menggenggam satu simbol pemersatu: Bendera Merah Putih berukuran raksasa, terbentang mengikuti aliran air.

Sorak sorai dan tawa menyatu dengan suara kamera yang sibuk mengabadikan momen langka itu. Namun di balik kemeriahan, terselip makna mendalam — sebuah kesadaran bahwa sungai bukan sekadar bentangan air, melainkan nadi kehidupan yang telah membesarkan Tasikmalaya dari masa ke masa.

Momen tersebut menjadi bagian puncak Festival Sungai Tasik Baseuh ke-9, yang digelar pada 7–9 November 2025. Festival tahunan ini dikenal sebagai ruang kolaborasi budaya, olahraga arus deras, edukasi lingkungan, ekonomi kreatif UMKM, hingga gerakan sosial untuk merawat sungai. Tahun ini, perhelatan tersebut juga menjadi rangkaian peringatan Hari Jadi Kota Tasikmalaya ke-24.

Yang menarik, festival ini tak hanya diikuti warga Tasikmalaya. Peserta datang dari berbagai kota di Indonesia, bahkan dari luar negeri — termasuk seorang peserta asal Inggris. Dari anak-anak sekolah, pegiat lingkungan, ibu rumah tangga, hingga komunitas riverboarding dan kayaking, semuanya larut dalam suasana kebersamaan di tepian Ciwulan.

Ketua pelaksana festival, Asep Maksum atau akrab disapa Chopet, menjelaskan bahwa Tasik Baseuh bukan sekadar ajang wisata air.

“Dulu sungai adalah halaman depan rumah orang Tasikmalaya. Sekarang hubungan itu mulai terputus. Lewat kegiatan ini, kami ingin menyambungkannya kembali,” ujarnya.

Pembentangan bendera merah putih, kata Chopet, adalah simbol perjuangan — bukan melawan penjajah, melainkan melawan lupa.

“Menjaga sungai adalah bentuk kepahlawanan hari ini,” tegasnya.

Selama tiga hari pelaksanaan, festival menghadirkan beragam kegiatan:

  • Fun Rafting, Kayaking, dan Riverboarding di lintasan tengah Sungai Ciwulan.
  • Jambore Kayak Indonesia, yang mempertemukan komunitas pecinta arus deras dari berbagai daerah.
  • Pelatihan keselamatan sungai dan pengelolaan arus bagi peserta muda.
  • Pasar rakyat UMKM yang memamerkan produk lokal.
  • Panggung edukasi dan diskusi bertema budaya sungai (river culture).

Dua tokoh besar dunia petualangan sungai Indonesia, Lody Korua dan Made Brown, juga hadir memberikan pengalaman serta motivasi kepada peserta. Kedua nama ini dikenal aktif dalam ekspedisi sungai di Papua, Kalimantan, dan berbagai daerah lain di Indonesia.

Secara geografis dan budaya, Sungai Ciwulan memiliki peran vital bagi masyarakat Tasikmalaya. Alirannya menyokong irigasi pertanian, menjadi jalur interaksi antarkampung sejak masa kolonial, hingga menopang ekonomi warga melalui perikanan air tawar, kerajinan bambu, dan wisata air.

Namun, di balik pesonanya, Sungai Ciwulan kini menghadapi ancaman serius: pencemaran mikroplastik.
Hasil penelitian ECOTON (Ecological Observation and Wetlands Conservation) menunjukkan partikel mikroplastik telah ditemukan di air, sedimen, bahkan di tubuh ikan air tawar yang dikonsumsi masyarakat.

Sumber utamanya berasal dari penggunaan air minum dalam kemasan plastik sekali pakai, limbah rumah tangga, lemahnya pengelolaan sampah, serta menurunnya kesadaran warga untuk merawat sungai.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *