News

Islah di Balik Kasus Perundungan Viral, Saat Latihan Fisik Jadi Kontroversi

497
×

Islah di Balik Kasus Perundungan Viral, Saat Latihan Fisik Jadi Kontroversi

Sebarkan artikel ini
Kasat Reskrim Polres Tasikmalaya, AKP Ridwan Budiarta

KAB. TASIK (CM) – Kasus perundungan fisik yang melibatkan pelajar Madrasah Tsanawiyah di Kabupaten Tasikmalaya mendapat perhatian serius dari pihak kepolisian.

Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Satreskrim Polres Tasikmalaya segera bertindak dengan memeriksa korban, terduga pelaku, serta pihak sekolah terkait pada Selasa, 8 Oktober 2024. Kasus ini terungkap setelah video viral menunjukkan aksi kekerasan fisik yang mengundang perhatian publik.

Namun, di balik video yang mengejutkan tersebut, polisi menemukan fakta mengejutkan, yakni perundungan tersebut ternyata dilatarbelakangi oleh keinginan para pelajar untuk membentuk organisasi Petugas Keamanan Sekolah (PKS) yang sebelumnya belum ada di sekolah mereka.

“Motifnya adalah inisiatif dari pelajar kelas VIII yang ingin membentuk organisasi PKS. Mereka mengajak pelajar kelas VII untuk bersama-sama membentuk organisasi tersebut dengan melakukan kegiatan pembinaan fisik,” ungkap AKP Ridwan Budiarta, Kasat Reskrim Polres Tasikmalaya, kepada wartawan.

Baca Juga: Door-to-Door Bersama Jabar Asih, Warga Kota Tasikmalaya Sampaikan Keluhan Ekonomi dan Harapan Perubahan

Lebih lanjut, Ridwan menjelaskan bahwa berdasarkan pengakuan korban dan terduga pelaku, pemukulan yang terlihat dalam video tersebut bukanlah tindakan yang dipaksakan oleh pelaku. Justru, korban sendiri yang meminta untuk dilakukan pemukulan sebagai bagian dari latihan ketahanan fisik.

“Sebelum aksi pemukulan, mereka sebenarnya melakukan olahraga bersama seperti push-up dan skot jump. Korban kemudian meminta tambahan latihan untuk meningkatkan ketahanan fisik, sehingga terjadi pemukulan tersebut. Bahkan, setelahnya mereka terlihat bercanda seperti yang terekam dalam video yang disimpan sebagai dokumentasi,” tambah Ridwan.

Polisi mengungkapkan, terdapat 16 korban pemukulan dalam kasus ini, dengan satu terduga pelaku dan satu orang yang bertindak sebagai perekam video. Meski begitu, kasus ini ditangani dengan pendekatan hukum yang melibatkan berbagai pihak, termasuk Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), UPTD Perlindungan Anak dan Perempuan, pihak sekolah, serta Balai Pemasyarakatan (BAPAS).

Proses penyelesaian kasus ini dilakukan melalui diversi, sebuah mekanisme alternatif penyelesaian sengketa yang bertujuan untuk menghindari proses pidana formal. Ridwan menegaskan bahwa seluruh pihak telah mencapai kesepakatan damai.

“Alhamdulillah, proses diversi sudah berhasil. Kalau dalam bahasa sehari-hari, ini disebut islah. Sejak awal, semua pihak memang menginginkan penyelesaian secara damai, karena apa yang terjadi tidak sekeras yang dibayangkan dalam video,” ungkap Ridwan.

Setelah proses diversi selesai, terduga pelaku dan para korban dikembalikan ke orang tua dan pihak sekolah untuk mendapatkan pembinaan lebih lanjut. Kasus ini menjadi pelajaran penting bagi semua pihak, terutama dalam menangani dinamika di lingkungan sekolah agar kejadian serupa tidak terulang di masa mendatang.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *