News

Kisah Perjuangan dan Pembebasan Lusi dari Perdagangan Orang

328
×

Kisah Perjuangan dan Pembebasan Lusi dari Perdagangan Orang

Sebarkan artikel ini

KAB. TASIK (CM) – Kisah yang penuh duka dialami oleh seorang ibu muda yang bernama Lusi, usianya baru menginjak 27 tahun, dan ia berasal dari Kecamatan Cikatomas Kabupaten Tasikmalaya.

Ia dengan niat yang tulus untuk meraih penghidupan yang lebih baik, memutuskan untuk mengadu nasib di Negeri Jiran Malaysia. Namun, takdir yang berliku membawanya ke dalam belitan peristiwa tragis yang tak terduga, menjadikannya sebagai korban nyata dari Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO).

Sepanjang hampir satu tahun penuh kepahitan, Lusi terpaksa menjalani kisah hidupnya di negeri asing yang seakan tak mengenali seorang pun yang berada di dalamnya.

Namun, kini sinar harapan mulai menyinari hari-harinya, karena Polres Tasikmalaya bersama-sama dengan Mabes Polri dan KBRI Malaysia berhasil membawa kembali Lusi ke tanah air, mengembalikannya kepada keluarga yang telah merindukannya.

Tangis haru pun pecah dalam suasana yang sarat emosi ketika momen yang dinanti-nantikan tiba. Lusi dapat kembali berjumpa dengan keluarganya serta kedua orang anaknya di depan pintu masuk gedung Mapolres Tasikmalaya, pada Selasa, 22 Agustus 2023.

Kapolres Tasikmalaya, AKBP Suhardi Heri Haryanto, menyatakan bahwa informasi tentang keberadaan Lusi yang terlantar di Malaysia telah diterima dari pihak keluarganya.

Dia mengucapkan rasa syukur yang mendalam bahwa usaha kolaboratif dari berbagai pihak telah mampu mengantarkan Lusi pulang ke Indonesia dari Malaysia. Juga, rasa kebahagiaan karena kini Lusi dan keluarga dapat kembali berkumpul setelah hampir setahun terpisah.

“Kami merasa bersyukur karena berhasil membawa pulang korban dari Malaysia ke Indonesia. Keberhasilan ini tak lepas dari bantuan dan kerja sama semua pihak yang terlibat. Kami turut merasa gembira karena akhirnya mendapatkan babak baru yang lebih bahagia, di mana mereka dapat bersatu kembali,” ungkapnya.

Kasat Reskrim Polres Tasikmalaya, AKP Ari Rinaldo, menambahkan dengan penuh detail bagaimana peristiwa ini berlangsung.

Ia menerangkan bahwa Lusi sebelumnya telah mengalami masa penyekapan di Malaysia. Dengan semangat mencari penghidupan yang lebih baik, Lusi meninggalkan Tasikmalaya melalui bantuan seorang teman.

Namun, harapannya akan kerja yang layak dan upah yang pantas ternyata berubah menjadi penderitaan yang tak terbayangkan, dengan perlakuan yang kejam menghampirinya.

“Korban ini berhasil melarikan diri dari tempat penyekapan,” kata Ari, sambil menjelaskan bahwa Lusi berhasil melarikan diri dan bersembunyi di salah satu kebun durian di Malaysia. Dalam usahanya untuk bertahan hidup, Lusi terpaksa bekerja di warung-warung di sekitar kebun durian tersebut dengan upah harian yang minim.

Ari menjelaskan lebih lanjut bahwa kasus ini terungkap berkat laporan dari keluarga korban kepada pihak berwenang. Polres Tasikmalaya lalu segera mengambil langkah koordinasi dengan Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) di Polda Jawa Barat.

Dalam momen penjemputan, Ari menjelaskan bahwa Lusi merasa sangat takut, terutama karena dokumen perjalanannya ke Malaysia ternyata tidak lengkap.

“Kami berusaha mengurangi ketakutan Lusi ketika kami meminta dia untuk datang sendiri ke Kedutaan Besar Indonesia di Malaysia. Kami menyadari bahwa dia mungkin merasa khawatir akan adanya razia di jalan dan oleh karena itu memerlukan surat pengantar dari pihak berwenang,” ungkap Ari.

Sementara itu, Lusi mengakui bahwa awalnya dirinya tergiur oleh janji kerja di luar negeri dengan upah yang menggiurkan. Lusi diberitahu bahwa dia akan bekerja sebagai petugas kebersihan (Cleaning Service) dengan gaji sebesar 1.300 ringgit Malaysia, yang setara dengan 3,9 juta Rupiah per bulan.

Namun, kenyataannya jauh dari apa yang diharapkan. Ia bukan hanya tidak menerima gaji yang dijanjikan, melainkan juga terjebak dalam kondisi penyekapan yang membuatnya harus hidup dalam ketidakpastian dan kekerasan.

“Saya pada mulanya diberitahu akan mendapatkan upah sebesar 1.300 ringgit sebagai petugas kebersihan. Namun, kenyataannya, saya malah mengalami penyekapan dan tidak dibayar. Saya kemudian melarikan diri dari tempat itu hanya dengan membawa satu baju yang saya pakai. Saya beruntung mendapatkan pertolongan dari orang yang baik hati, yang memberi makan dan memberi pekerjaan selama sekitar dua minggu. Saya terus berpindah-pindah tempat kerja untuk bertahan hidup,” ungkap Lusi, dengan nada lirih di ruang Polres Tasikmalaya.

Sekarang, setelah berhasil kembali ke pelukan keluarganya dan pulang ke kampung halamannya, Lusi merasa sangat bersyukur. Dengan penuh pengharapan dan tekad yang lebih kuat, ia berbicara tentang komitmen barunya.

Lusi mengakui bahwa pengalaman pahit ini telah mengubah pandangannya, dan dia tidak akan pernah kembali menjadi Tenaga Kerja Wanita (TKW) ilegal yang rentan akan bahaya dan eksploitasi.

“Terima kasih kepada Kapolres Tasikmalaya dan Kasat Reskrim, saya merasa sangat bersyukur dan lega karena saya dapat selamat dan bebas, serta bisa kembali ke Tasik. Saya tidak bisa berterima kasih cukup banyak,” ucap Lusi dengan senyuman haru di bibirnya.*

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *