KOTA TASIKMALAYA (CM) – Tingginya angka kasus dan kematian akibat penyakit DBD di Kota Tasikmalaya mulai Januari hingga Juli 2020 telah mencapai 884 kasus.
Kepala Bidang P2P Dinas Kesehatan Kota Tasikmalaya, Suryaningsih mengatakan, seminggu lalu angka DBD ada 700 kasus lebih, sedangkan di data Dinas Kesehatan per tanggal 14 Juli sudah mencapai 884 kasus dengan jumlah kematian sebanyak 17 kasus, 8 diantaranya balita.
“Peningkatan kasus per harinya bisa mencapai 5-20 kasus tersebar di 10 Kecamatan. Untuk kematian masi berada di posisi 7 Kecamatan,” jelasnya, di Komplek Perkantoran, Jumat (18/07/2020).
Ia menambahkan, untuk melakukan pencegahan penularan DBD, wali kota telah banyak memberikan edukasi, penyuluhan dan menekankan kepada seluruh pimpinan OPD, Camat, Lurah, Puskesmas untuk menggalakan kembali Pola Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) keluarga maupun PHBS lingkungan dengan cara melakukan gotong royong.
Guna memperkuat imbauan, pemerintah telah mengeluarkan surat intruksi dalam penanganan DBD agar dipatuhi oleh seluruh stakekholder dengan tujuan agar dipatuhi oleh tataran pimpinan tertinggi sampai tingkat bawah atau RT dan RW.
“Soal adanya peningkatan kasus DBD, debetulnya dua minggu lalu untuk yang meninggal sudah ada penurunan. Tinggal antisipasi harus kembali menggalakan kebersihan. Untuk peningkatan PHBS plus dan PHBS biasa harus ada kesadaran masyarakat yang belum maksimal dalam melaksanakan program 3M plus dan PSN, dan itu terus kita ingatkan,” ujarnya.
Menurutnya, untuk menerapkan Pemberantasan Sarang Nyamuk PSN di setiap rumah, lingkungan luar maupun keluarga hukumnya wajib tanpa kecuali. “Saya harap dan tidak akan bosan mengingatkan seluruh lapisan masyarakat agar terus menggalakan PSN, 3P, 3T, 3M biasa dan 3M plus,” ungkapnya.
“Ingat fogging bukan solusi untuk membunuh jentik atau sarang nyamuk, tapi hanya mampu membunuh nyamuk dewasa. Intinya, PSN sebagai solusi paling tepat terutama membersihkan sarang jentik seperti di dispenser, lemari es, di pot bunga yang ada genangan air termasuk barang bekas lainnya,” pungkasnya. (Edi Mulyana)