KAB TASIKMALAYA (CM) – Setelah meninjau korban longsor di Kecamatan Taraju Wakil Gubernur Jawa Barat, Uu Ruzhanul Ulum langsung meninjau korban banjir Sukaresik tepatnya di Desa Tanjungsari,
Uu mengatakan, banjir langganan yang terjadi setiap tahun di Desa Tanjungsari disebabkan tak adanya koordinasi yang baik antara BBWS Citanduy dan pemerintah daerah. Ia menilai, selama ini penanganan yang dilakukan BBWS Citanduy dilakukan tanpa koordinasi dengan pemerintah setempat.
Berdasarkan aspirasi warga, menurutnya, penanganan banjir harus dilakukan dengan melakukan pengerukan dan sodetan di sungai. Sementara, terdapat tanah warga akan terkena dampak pengerukan atau pembuatan sodetan itu juga harus diganti rugi.
Ia menyebut, jika tak ada penanganan serius, warga di Desa Tanjungsari selalu menjadi korban karena terdampak banjir setiap kali terjadi hujan dengan intensitas tinggi. Ia menyebut, sejak dirinya menjadi Bupati Tasikmalaya, banjir langganan itu tak pernah juga tertangani.
Uu berharap, pihak BBWS Citanduy dapat menurunkan rasa egois. Ia menegaskan, penanganan banjir di Desa Tanjungsari harus dengan berkolaborasi antara BBWS dengan pemerintah daerah. “Siapa tahu kita juga punya biaya dan disatukan untuk penanganannya,” ujar Wagub.
Pihaknya berencana mengundang BBWS Citanduy, Pemkab Tasikmalaya, Pemkab Ciamis, dan perwakilan warga yang dilewati alur Sungai Citanduy, pada Senin (29/06) untuk mencari solusi. Dengan begitu, penanganan konkret banjir di Desa Tanjungsari dapat cepat dilakukan.
“Karena kalau tidak ada progres, seperti ini terus. Maka yang sengsara adalah masyarakat yang terdampak banjir. Mudah-mudahan ada kesepatan,” tegasnya.
Sementara itu, Kepala Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Tasikmalaya, Nuraedidin mengatakan, penanganan yang dilakukan untuk mengatasi banjir di Desa Tanjungsari harus dilakukan dengan pembuatan sodetan dan harus ada ganti untung karena ada sebagian tanah warga yang akan kena sodetan itu. Selain itu, harus normalisasi karena Sungai Citanduy sudah dangkal.
“Terakhir adalah penegakan hukum. Artinya, mereka yang membangung di sekitar bantaran, izinnya harus selektif. Ada aturan main berapa meter dari bibir sungai,” katanya.
Kepala Desa Tanjungsari, Amas mengungkapkan, BBWS Citanduy sudah mulai melakukan pendataan tanah warga yang berada di pinggir sungai. Menurutnya, BBWS Citanduy sudah mulai merespon aspirasi dari masyarakat. segera ada tindakan, bukan sekadar wacana.
Kemudian, Kepala Satuan Kerja SNVT PJSA Citanduy, Sugeng Harianto menyebut bahwa penanganan banjir di Desa Tanjungsari belum bisa dilaksanakan dikarenakan adanya permintaan ganti untung dari masyarakat yang melakukan budidaya di sempadan sungai dan akan terdampak pengerukan.
Permintaan itu tidak bisa dipenuhi oleh pihak BBWS, karena sempadan sungai adalah tanah milik sungai. BBWS bisa setiap waktu melakukan penanganan. Namun, harus ada kepastian tak ada permintaan ganti untung dari warga. “Sekarang ini kalau kami mengusulkan kembali dana untuk penanganan, harus ada kepastian bahwa masyarakat terdampak tidak minta ganti untung.
Bahkan, pihaknya pun sudah lebih dari tiga kali melakukan koordinasi dengan kecamatan, desa, dan tokoh-tokoh masyarakat setempat. Namun, ketika sosialisasi proyek terakhir kali dilakukan, masyarakat tetap meminta ganti untung. Karena itu, penanganannya menjadi berlarut.
Sugeng menjelaskan, BBWS Citanduy sebenarnya telah memiliki desain penanganan banjir di wilayah itu. Menurut dia, penanganan dilakukan dengan normalisasi atau pengerukan sungai. Selain itu, penanganan juga bisa dilakukan dengan pembuatan parapet atau tanggul. (Amas)