News

Mantan Dirops Jadi Tersangka, Pengacara Siap Buka Topeng PT Borneo Delapan Enam

178
×

Mantan Dirops Jadi Tersangka, Pengacara Siap Buka Topeng PT Borneo Delapan Enam

Sebarkan artikel ini

KALTIM (CM) – Perseturuan antara mantan Direktur Operasional H. Suhardi dan Direktur Utama PT Borneo Delapan Enam belum juga reda. Padahal kasus dengan modus tuduhan penggelapan uang itu telah bergulir sejak 2017 lalu.

Awalnya, Suhardi dituduh menggelapkan uang perusahaan sebesar Rp 2 miliar oleh H. Jamri. Bahkan, pihak Jamri telah melaporkan kasus ini ke Polda Kaltim dan berujung penetapan Suhardi sebagai tersangka oleh penyidik Subdit III Jatanras Polda Kalimantan Timur.

Pelaporan tersebut sebagaimana tertuang dalam laporan polisi nomor : LP/216/VII/2019/POLDA KALTIM/SPKT II/ Tanggal 1 Juli 2019, tentang Tindak Pidana Penggelapan Dalam Jabatan.

Hal tersebut justru dipertanyakan oleh tim kuasa hukum Suhardi karena dinilai cacat, salah kaprah alias tidak berdasar. Sebab tidak memiliki acuan unsur pidana yang jelas.

“Kami Tim Kuasa Hukum sudah melakukan kajian mendalam atas perkara ini. Kami juga menghadirkan ahli pidana untuk mengkaji masalah ini. Kesimpulannya, Perkara yang dilaporkan adalah murni masalah perdata bukan pidana,” terang Tim Kuasa Hukum Suhardi, Muhammad Zakir Rasyidin dalam keterangan tertulis, Kamis (14/05/2020).

Lebih dalam ia menerangkan bahwa tertanggal 20 Februari 2017 lalu, kedua belah pihak telah membuat akta perdamaian yang di dalamnya tersurat poin-poin penting terkait hak dan kewajiban masing-masing. Akta tersebut telah disepakati kedua belah pihak tanpa ada tekanan dan paksaan.

Atas dasar itulah, katanya, pada tanggal 16 Agustus 2017, H. Jamri selaku pelapor pun bersedia mencabut laporannya ke Polda Kaltim. Lalu, Direktorat Reserse Krimum Polda Kaltim pada tanggal 2 Oktober 2017, mengeluarkan SP2HP (Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyelidikan) yang salah satu poinnya adalah penyelidikan atas laporan tersebut resmi dihentikan karena perkara yang dilaporkan bukan ranah pidana, melainkan perdata.

“Tapi tiba-tiba tanggal 1 Juli 2019 klien kami dilaporkan lagi. Kan aneh? Yang jadi pertanyaan kami Tim Kuasa Hukum, apa dasar Polda Kaltim menetapkan klien Kami sebagai tersangka terhadap perkara yang sudah ada perjanjian damainya?,” tandas ia.

“Lalu apakah boleh perkara yang sudah pernah dilaporkan, dan sudah dihentikan penyelidikanya, bisa dilaporkan kembali terhadap orang yang sama dan terhadap objek perkara yang sama?,” tanyanya heran.

Salah satu poin penting yang dipermasalahkan di antara keduanya terkait permintaan pengembalian saham sebesar 20% yang dilayangkan Suhardi kepada pihak PT Borneo Delapan Enam serta menagih komitmen fee sebesar 15 juta per unit rumah yang tak pernah dibayarkan oleh pihak perusahaan.

“Padahal kan komitmen itu sudah disepakati keduanya dalam akta perdamaian tadi. Lalu kenapa klien kami malah dilaporkan? Salahnya dimana? Kan sudah disepakati oleh Dirut? Oke, kita lihat nanti siapa sebenarnya oknum yang bermain dalam kasus ini,” tegasnya lagi.

Zakir meyakini penyidikan perkara ini tidak menjunjung tinggi prinsip promoter. Oleh karena itu, pihaknya akan mengadukan masalah ini ke Propam Mabes Polri besok Jumat, 15 Mei 2020.

“Jika ada oknum yang ikut bermain, maka kami minta agar segera diperiksa, sebab kita sangat cintai institusi ini, jangan sampai karena prilaku oknum lalu merusak nama baik institusi,” tegas pria yang juga Sekjen DPP Organisasi Relawan Jokowi.

Sebelumnya, pada Tahun 2017 lalu Suhardi pernah dilaporkan oleh Dirut PT Borneo Delapan Enam H. Jamri ke Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Kaltim. Laporan tersebut tercatat dalam Nomor :LP/K/48/II/2017/POLDA KALTIM/SPKT Tentang Tindak Pidana Penggelapan Dalam Jabatan.

Namun, laporan ini telah dicabut kembali oleh pelapor karena keduanya memilih penyelesaian masalah melalui jalur kekeluargaan sebagaimana tersurat dalam Akta Perjanjian Damai Tertanggal 20 Februari 2017 dan telah terbitnya Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyelidikan ( SP2HP) Nomor : B/528/X/2017/Ditreskrimum Tertanggal 2 Oktober 2017 dalam point dua dinyatakan penyelidikan atas laporan tersebut dihentikan. **

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *