News

Dushub Tegaskan Buat Polisi Tidur Tak Boleh Sembarangan

183
×

Dushub Tegaskan Buat Polisi Tidur Tak Boleh Sembarangan

Sebarkan artikel ini
Ilustrasi

KOTA TASIKMALAYA (CM) – Polisi tidur atau (speed bump) alat pembatas kecepatan atau markah kejut bagian jalan yang ditinggikan berupa tambahan aspal atau semen yang dipasang melintang di jalan untuk pertanda memperlambat laju/kecepatan kendaraan seringkali menjadi keluhan para pengguna jalan baik roda dua mau pun roda empat.

Hal tersebut di ungkapkan pemilik kendaraan, Sudrajat, warga Lewimalang Kecamatan Bungursari, Kota Tasikmalaya. Ia mengatakan, keberadaan polisi tidur disatu sisi sangat diperlu terutama untuk jalan lingkungan yang sempit dan padat penduduk.

“Yang menjadi permasalahan selama ini tanggulnya terlalu tinggi. Jadi kalau bawa kendaraan kencang bisa mengakibatkan sokbleker atau kaki-kaki kendaraan roda empat bisa rusak,” jelas Sudrajat kepada cakrawalamedia, Selasa (10/03/2020).

Ia juga menyebut, keberadaan Polisi Tidur juga bisa berdampak positif terhadap keselamatan jiwa. Bisa juga berdampak negatif pada ibu hamil yang menyebabkan keguguran jika hentakannya terlalu kencang dan lain sebagainnya.

Hal tersebut mendapat tanggapan dari Sekertaris Dinas Perhubungan Kota Tasikmalaya, H. Ade Saepudin yang mengatakan, bicara soal polisi tidur ternyata untuk pembuatannya tidak boleh sembarangan. Ada ketentuan-ketentuan yang harus dipenuhi. Termasuk soal penempatannya.

“Semuanya ada pada keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM.3 Tahun 1994 tentang alat pengendali dan pengaman pemakai jalan yaitu Pasal 4, ayat 1,” paparnya.

Ia menambahkan, peraturan tersebut antara lain alat pembatas kecepatan mesti ditempatkan pada jalan di lingkungan pemukiman, jalan lokal yang mempunyai kelas jalan III C dan jalan-jalan yang sedang dilakukan pekerjaan konstruksi. Selain itu perlu didahului dengan rambu peringatan.

“Untuk syarat pembuatan polisi tidur ini terdapat pada pasal 5, yaitu pembatas kecepatan kendaraan harus dibuat dengan ketinggian maksimal 12 cm, lebar minimal 15 cm, dan sisi miring dengan kelandaian maksimal 15 persen,” jelas Ade.

Sedangkan, bagi siapa saja yang tak mengindahkan aturan tersebut, maka telah disiapkan ketentuan pidana sesuai Pasal 28 ayat (1) dan (2) dengan ancaman hukuman pidana. Sebagaimana diterangkan dengan rinci pada Pasal 274 dan 275 UU No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Umum.

“Setiap orang yang melakukan perbuatan yang mengakibatkan kerusakan dan/atau gangguan fungsi Jalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling banyak Rp24.000.000,00 (dua puluh empat juta rupiah),” tegasnya.

Untuk menjaga ketertiban perlu dicatat, ada baiknya jika ingin membuat polisi tidur berkonsultasi terlebih dahulu, dan tetap mementingkan keselamatan bersama,” pungkasnya. (Edi Mulyana)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *