News

Angkat Budaya Batik Lokal Jadi Ikon

180
×

Angkat Budaya Batik Lokal Jadi Ikon

Sebarkan artikel ini
Angkat Budaya Batik Lokal Jadi Ikon

KOTA TASIKMALAYA (CM) – Pengusaha batik di Kota Tasikmalaya hingga saat ini ada sekitar 35 perusahaan. Semua telah menjadi binaan Dinas Perdagangan Kota Tasikmalaya dan binaan Pertamina.

Salah satu pengusaha batik, Deden Supriadi (52) mengatakan, sejak generasi pertama (1965) hingga generasi ke 2, keterlibatan pemerintah untuk mengangkat batik menjadi prioritas dirasakan masih belum maksimal.

“Meski sejak 2005 Pemkot melalui Dinas Indag telah membina 35 pengusaha batik dijadikan produk unggulan dan masuk 8 besar selain Payung geulis, bordir, kelom geulis, mendong,” jelas Deden kepada media saat ditemui di Galeri Batik Jalan Cigeureung Kelurahan Nagarasari Kecamatan Cipedes, Rabu (02/10/2019).

BACA: Waw Hari Batik, Google Doodle Tampilkan Khas Baik Indonesia

Ia meminta produk batik yang telah dijadikam salah satu prodak unggulan Kota Tasikmalaya, tidak hanya namanya saja, melainkan harus menjadi ikon keseharian. Meski sudah diterapkan di setiap Sekolah Dasar, SMP, SMK, dan SMA, namun baru sebatas batik print alias tekstil.

“Kami harapkan untuk mengangkat budaya, Pemerintah mau menerapkan batik lokal menjadi ikon. Minimal dalam satu minggu, pemerintah bisa menerapkan di lingkungan PNS, BUMN, BUMD dan perusahaan lainnya satu hari khusus menggunakan seragam batik khas lokal,” ujar Deden.

Jika bicara masalah motif, jangan khawatir, kata Deden, ada sekitar 10 ribu motif. Ia siap untuk memenuhi permintaan berbagai motif. Intinya untuk kebutuhan lokal, regional, nasional maupun Internasional ia siap untuk memenuhi permintaan.

Namun, ia mengeluh saat pasca tahun politik yaitu harga pembelian bahan baku mengalami kenaikan hingga 30 persen.

“Kondisi kenaikan harga tersebut disinyalir adanya gejolak politik yang sampai saat ini masih berjalan, sehingga berdampak pada omzet penjualan yang semula mencapai 100 persen sekarang menurun 50 persen,” ujarnya.

Deden menyebut di hari batik nasional omzet penjualan batik malah lesu.  Hal itu menjadi bahan pemikiran para pengrajin dan pengusaha, serta harus menjadi Pekerjaan Rumah (PR) Pemerintah Kota. (Edi Mulyana)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *