News

Muhasabah 2019, Banten Sedang Diangkat Derajatnya oleh Allah

164
×

Muhasabah 2019, Banten Sedang Diangkat Derajatnya oleh Allah

Sebarkan artikel ini

BANTEN (CM) – Musibah gempa dan tsunami yang menimpa wilayah Banten pada desember 2018 kemarin, menjadi bahan renungan bagi kita semua bahwa segala sesuatu yang ada di dunia hanyalah sementara. Jika Tuhan sudah berkehendak, maka “Kun fa yakun!”.

Tubagus Sholeh, Ketum Babad Banten Nasional, memaparkan keprihatinannya secara langsung kepada Cakrawalamedia, Sabtu (12/01/2019).

Tsunami senyap di akhir pekan bulan Desember 2018 lalu, menghentakan kita semua. Tanpa ada peringatan dini dari BMKG, tsunami itu bergerak serentak meluluhlantakan ribuan rumah serta bangunan sampai ratusan jiwa melayang.

Tsunami yang begitu besar itu ironisnya tidak bisa terdeteksi oleh pejabat terkait dalam hal ini pihak yang paling bertanggungjawab adalah BMKG.

Keselamatan warga yang menjadi prioritas utama malah terabaikan akibat dari kelalaian ini. Di Banten, BMKG telah gagal memberikan pelayan kepada warga.

“Catatan tsunami di Banten bukan yang terjadi kali ini saja. Tsunami besar pernah terjadi di tahun 1883 ketika gunung kratakau meletus. Dahsyatnya letusan krakatau menjadi legenda sejarah yang sangat membekas di masyarakat Banten. Tidak hanya karena sebab yang alami. Tapi juga dalam sisi spiritual warga Banten”. Lirih Tubagus Sholeh.

Tubagus juga mengatakan, Bagi warga Banten, gejolak alam terjadi tidak hanya karena sebab- sebab alami saja. Tapi juga, kita sebagai khalifahNya sudah tidak mampu menjaga harmoni kehidupan dengan alam. Menurut penuturan Kang Hasan Gaido, pembina organisasi Cinta Banten, mengatakan, ‘ paling minimal kita harus bisa menjaga dan melakukan hubungan baik dengan ketiga hal. Pertama, menjaga hubungan kita kepada Allah (hablun minallah ). Kedua, menjaga hubungan kita kepada Manusia ( hablun minannas ) dan ketiga menjaga hubungan kita kepada alam ( hablun minal alam)’. Sejak dulu, ketiga hal tersebut merupakan kewajiban yang terjaga bagi segenap warga Banten yang sudah menjadi tradisi.

Menurutnya, di zaman Kesultanan Banten, ada petugas khusus untuk menjaga keharmonian alam dan warga  khususnya di lautan. Sampai-sampai, kesultanan Banten menugaskan pejabat khusus dengan Gelar Pangeran Jaga Lautan. Di titik-titik tertentu, bisa dipastikan kangjeng Sultan Banten menugaskan seseorang khusus untuk menjaga keharmonian antara Manusia dan Alam.

Sehingga pada masa itu, kehidupan yang harmonis antara warga dan alam selalu terjaga. Dalam catatan masa keemasan kesultanan Banten, nyaris tidak terdengar cerita duka lara yang mengenaskan. Semisal bencana alam seperti tsunami senyap yang baru saja terjadi.

Pinggir pantai bukanlah tempat untuk menumpahkan hajat kotor manusia. Bukan pula tempat menanam benih- benih kemaksiatan dengan dalih apapun. Tapi merupakan tempat yang mesti dijaga secara khusus oleh orang-orang pilihan kangjeng Sultan Banten.

Tsunami senyap yang terjadi beberapa waktu lalu,  mengingatkan kita semua betapa pentingnya menjaga keharmonisan kita dengan alam. Sekali kita suul adab  dengan alam, tunggulah saatnya alam juga akan bertindak dengan caranya sendiri.

Ibarat nasi yang sudah jadi bubur. Tapi kita masih bisa mengolahnya untuk menu sarapan pagi, makan siang bahkan juga untuk menu makan malam dengan ditambah lauk pauk lainya hingga bubur tersebut menjadi hidangan menu yang nikmat. Artinya, jika sekarang situasinya sudah sedemikan rupa, maka yang harus dilakukan oleh Pemprov Banten dan Pemda Kabupaten sebagai pemegang otoritas kebijakan, harus mengkaji ulang keberadaan hotel, penginapan dan tempat-tempat lain yang berpotensi mengundang bencana susulan. Biarlah laut kita menjadi milik segenap warga Banten khususnya dan bangsa Indonesia umumnya. Tidak lagi menjadi sekat yang menutupi pemandangan warga kepada sang lautan.

Tubagus Sholeh juga menyatakan sangat mengapresiasi cepat tanggapnya Pemprov Banten di bawah kepemimpinan Gubernur, Wahidin Halim dan Wakil Gubernur, Andika Hazrumy,  dalam reaksi cepat memberikan pertolongan kepada seluruh korban terdampak tsunami. Bahkan mereka berani merubah tradisi pesta awal tahun  yang selalu terkesan hura-hura dengan kegiatan muhasabah melalui kegiatan zikir dan doa.

Menurutnya, dalam surat edaran Gubernur yang dipublis, kemudian diikuti oleh semua pemda dan pemkot Kabupaten Kota  se Banten, baru kali ini terjadi secara resmi pemerintah melarang kegiatan pesta awal tahun dengan menggantinya dengan kegiatan yang lebih bermakna. Ia berharap dengan doa yang telah dipanjatkan bersama seluruh rakyat Banten melalui kegiatan tersebut, bisa merubah gejolak alam menjadi harmoni lagi dengan masyarakat sebagai khalifahNya.

Sebagai kaum beriman, ia yakin doa yang dipanjatkan pasti didengar dan dikabulkan oleh Allah S.W.T. Inilah salah satu cara guna menjaga keharmonian dengan alam.

Dalam hadits Qudsy, Allah swt berfirman, “Barang siapa yang rela menerima ketetapan hukumKu, sabar terhadap cobaanKu, bersyukur terhadap nikmatKu, akan Aku catat orang baik. Dan pada hari kiamat akan Aku bangkitkan bersama- sama dengan golongan orang-orang yang baik. Sebaliknya, barangsiapa yang tidak rela, tidak sabar menerima cobaanKu, tidak mensyukuri nikmatKu, keluarlah dari kolong langitKu, carilah Tuhan yang lain dariKu!,” ( Hidayatul Mursyidin).

Harapan terakhir dari Tubagus Sholeh, ia menginginkan warga Banten termasuk kategori hamba Allah, sebagaimana yang termaktub dalam hadits qudsi diatas.

“Inshaallah, melalui bencana tsunami selat Sunda, sesungguhnya Allah Swt Yang Maha Kuasa sedang mengangkat derajat orang Banten ke singgasana kemuliaanNya,” Tutupnya. (Intan)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *