JAKARTA, (CM)-Berbusana putih dengan bawahan coklat muda, Jenni Retno tampak semringah. Cahaya kalung salib yang dipakainya terlihat serasi dengan senyuman tulus yang terpancar jelas diwajahnya yang putih itu.
Perempuan energik itu berdiri tepat di depan Gereja Katedral, tempat ibadah ummat Katolik yang berhadapan dengan Mesjid Istiqlal. Di dekat tukang cireng depan Katedral itulah, dia melihat kerumunan manusia yang memutihkan Monas.
Di Minggu pagi itu, memang tidak terbayangkan dia berkumpul dengan jutaan kaum muslim. Apalagi Jenni usai ibadah Minggu dan sibuk pada persiapan hari raya Natal beberapa pekan mendatang.
“Semula saya tidak berniat terlibat hadir di acara Reuni 212 tapi kebetulan saya ada ibadah Minggu menyambut hari Natal di Gereja Katedral Jakarta, jadinya saya mencoba memberanikan diri untuk tau seperti apa sih acara tersebut,” ungkapnya, kepada CAMEON, usai bubar acara Reuni Akbar 212 di Jakarta, Minggu (2/12/2018).

Dengan berjalan kaki, dia bermaksud ke arah stasiun Gambir karena mengurus tiket KA untuk kembali ke Bandung. Wanita Katolik ini seorang aktivis dan sehari-harinya berdomisili di Kota Kembang.
Tak dikira, sekeluarnya dari gereja dia sudah melihat lautan manusia disana sini dengan ciri khas yang kurang lebih sama. Ia pun tetap melangkahkan kaki ke arah stasiun Gambir.
“Ditengah perjalanan saya banyak sekali disapa orang-orang yang kebetulan berpapasan dengan saya. Saya masih tidak sadar ketika akhirnya mengerti karena saya berkalung salib,” ungkapnya.
Jenni berkata, manusia begitu banyak. Perkiraannya berjumlah jutaan. Buktinya, jarak tempuh yang seharusnya hanya memerlukan waktu sekitar 15 menit dari Katedral ke Stasiun Gambir dia tempuh dengan waktu 4 jam.
Lantas, bagaimana bisa dia yakin jumlahnya jutaan? Di menjawab, “Saat itu ada mobil korlap yang sedang bertugas memberikan arah jalan dari atas kap mobil. Ketika kelompok korlap itu melihat saya maka mereka menaikan saya untuk menunggu di atas kap mobil juga,” katanya sambil terkekeh.
Ia dibantu memanjat mobil sehingga dengan jelas bisa melihat arus manusia yang sedang berjalan sesak beriringan tapi tertib dan teratur. Ia mengaku kagum pada kesabaran saudara-saudara sebangsa itu karena arus jalan juga sering kali tersendat.
“Dalam hati saya percaya seraya sambil berdoa ya Tuhan betul apa yang saudara-saudara muslim saya katakan bahwa mereka membawa kedamaian bukan pertikaian. Mereka begitu menghargai saya yang kebetulan berbeda keyakinan. Ada perasaan damai, percaya, tenang dan adem walaupun udara amat sangat panas,” jelasnya.
Tak lepas dari mereka menyapa dia dengan ramah bahkan beberapa dari mereka mengajak berfoto bareng, Jenni mengaku bangga bisa berada ditengah lautan manusia yang terlibat dalam Reuni 212. Sebuah bukti persatuan untuk kebaikan bangsa dan negara.
“Saya mengucap syukur bahwa saya boleh menjadi saksi momen indah ini. Boleh menjadi mata untuk Indonesia bahwa Indonesia selalu damai dalam keberagaman,” tandasnya.
Sehari sebelumnya, Sabtu (1/12), di Hotel Alia Cikini Jakarta, sejumlah tokoh lintas agama menggelar jumpa pers. Mereka menegaskan keikutsertaannya dalam hajat Reuni Akbar 212.
“Kami akan datang. Reuni (Aksi 212, red) ini adalah temanya menyangkut masalah persaudaraan dan kebangsaan Indonesia,” kata perwakilan Komunitas Kristen Katolik Indonesia (KKKI), Pendeta Butjesewu, dalam jumpa pers tersebut.
Lebih jauh dia menjelaskan, kegiatan ini merupakan wadah persatuan dan kesatuan. Menghilangkan ketakutan bangsa.
“Acara ini akan dihadiri umat Kristiani dan agama lain. Ini menandakan bahwa seluruh masyarakat Indonesia cinta tanah air dan cinta damai,” imbuhnya.
Dalam jumpa pers itu, perwakilan agama Katolik, Kristen dan Hindu hadir. Terlihat juga unsur pengurus dan pembina 212. Mereka menegaskan, reuni 212 bukanlah kepentingan politik, namun wahana persatuan dan dia bersama untuk kebaikan bangsa dan negara.
“Reuni 212 juga sebagai ajang untuk mencari solusi agar bangsa dan agama selalu tentram,” imbuh Ketua Umum Badan Musyawarah Umat Nasrani, Jon Lokolo.
Acara Reuni Akbar 212 ini memang menggemparkan publik. Jutaan orang berkumpul. Aksi untuk persatuan ini diikuti berbagai latar belakang, wilayah dan organisasi keislaman.
Mereka berdatangan dari sejumlah titik seantero Negeri, menyemut di satu titik dikawasan Monas Jakarta. Pakaian putih-putih mewarnai jalanan sekitar Ibu Kota.
Sebagian besar mereka membawa bendera dan mengenakan topi berkalimat tauhid aneka warna. Sebuah pemandangan mempesona karena berpadu dengan dresscode putih tadi.
Ditemani kumandang sholawat mereka lantunkan. Jutaan bibir bertakbir bersama hingga bergema dibanyak titik di kawasan Jakarta; di terminal, stasiun, halte bis, halaman parkir gedung, bahkan hingga trotoar dan halaman rumah warga.
Mereka berhimpun, saling berbagi senyum dalam silaturahmi yang harum. Bagai air yang yang mengalir dan terus memadati kawasan monas. Hati siapa yang tak bergetar menyaksikan jutaan orang menjadi lautan putih itu.
Dan melengkapi pesona 212, jutaan orang itu menjaga ketertiban, kedamaian dan menghormati orang-orang yang berbeda keyakinan. Gayung bersambut, mereka yang berbeda agama pun menghargai dan menghormati. Akhirnya semua saling memberi arti. Bersatu sebagai anak bangsa Indonesia yang beragam dan mencintai kedamaian. (Agus)