KOTA TASIKMALAYA (CM) – Semenjak dikeluarkannya kebijakan aturan penggunaan pengeras suara oleh kementerian agama terutama dalam hal-hal yang berkaitan dengan keibadahan umat Islam, tak pelak menuai kritikan dari jutaan umat Islam, hingga tokoh ulama pun angkat bicara.
Ketua MUI Kota Tasikmalaya KH. Acep Mubarrok ditemui disela-sela deklarasi GISS ( Gerakan Indonesia Sholat Subuh Berjamaah ) di Masjid Agung Kota Tasikmalaya, Ahad ( 02/09/2018 ), menegaskan bahwa sejatinya kebijakan itu harus melihat dampak yang akan ditimbulkannya mengingat hampir 80 persen penduduk Indonesia beragama Islam dan tentu akan tersentak dengan kebijakan yang dikeluarkan oleh Kemenag ini.
“Saya pikir wajar umat Islam bereaksi, karena bertahun tahun hidup di Indonesia nah baru kali ini ada pejabat yang berani mengatur hal-hal teknis peribadatan umat Islam,” ujarnya.
Ditambahkan Acep, boleh jadi kebijkan ini bagi kita tidak akan merasakan apa-apa, karena mereka tahu dan pintar bahwa sasaran pokonya adalah anak cucu generasi Islam selanjutnya yang tidak merasakan bebasnya beribadah, sembari mencontohkan di negara Singapura dimana orang- orang muslim melayu seakan sangat merindukan suara khas ibadah muslim seperti pengajian dan adzan yang dibatasi oleh pemerintah lee kuan yew saat itu.
“Masalahnya adalah apakah dengan adzan itu alasannya hanya mengganggu orang yang tidak menjalankan salat, lantas bagaimana dengan orang yang sedang Salat, apakah mereka boleh terganggu? logikanya seperti itu kan,” tegasnya.
Dia sendiri setuju jika aturan mengenai pengeras suara ini juga diikuti aturan menghormati orang yang tengah salat dengan dihentikannya semua aktivitas selama kurang lebih 15 menitan. “Cukup adil, kan,” imbuhnya.
Menutup wawancara kami pengasuh Majelis Taklim Darrul Anba ini mengutip sebuah quotes dari KH Ahmad Dahlan pendiri Muhammadiyah yang mengatakan bahwa ” Islam, Allah Jamin tidak akan hilang dimuka bumi ini. Namun Islam tidak ada jaminan tetap ada di Indonesia “.
“Sebuah pepatah mengatakan langit tak pernah sombong kalau ia paling tinggi, dan laut pun tak pernah congkak meski ia sangat dalam, jadi tetaplah jadi manusia yang memahami arti toleransi sebenarnya bukan sebuah jargon yang menguntungkan bagi penguasa,” pungkasnya ( ZZ )