BANDUNG (CAMEON) – Bagi sebagian orang, tas merupakan hal yang sepele. Namun bagi orang-orang tertentu, tas menjadi suatu masalah. Hal tersebut dialami bagi pengidap Skoliosis. Posisi tas punggung yang kurang benar serta distribusi beban yang salah malahan akan semakin memperburuk kondisi tulang belakang. Apabila kebiasaan ini dilakukan dalam jangka waktu yang cukup panjang, derajat kemiringan tulang belakang bisa semakin bertambah.
Hal ini tentu tidak baik bagi kesehatan para penderita skoliosis. Selain itu, kelebihan beban juga dapat mengakibatkan rasa sakit pada bagian pinggang, punggung dan pundak disamping mengganggu sistem pernapasan dan keseimbangan postur tubuh.
Bercermin dari masalah tertentu, empat orang mahasiswa ITB mengembangkan tas untuk para pengidap skoliosis. Mereka adalah Muhammad Dita Farel, Firdausi Zahara Gandes, Hana Alifiyanti,dan Lalu Rahmat Faizin.
Mahasiswa yang berlatar belakang Teknik Geologi dan Geomatika angkatan 2015 menciptakan sebuah inovasi untuk membantu penderita penyakit skoliosis menerapkan kebiasaan hidup yang lebih baik. Menurut Muhammad Dita Farel, kebiasaan buruk membebani tulang belakang oleh penderita skoliosis tentu harus diubah agar kondisi tulang belakangnya dapat kembali normal.
Sayangnya kebanyakan penderita skoliosis, terutama para pelajar, sulit menghindari kebiasaan membawa beban menggunakan tas punggung. ”Oleh karena itu diperlukan perlakuan khusus bagi para penderita skoliosis yang kerap membawa beban berat agar akibat yang ditimbulkannya dapat diminimalisir,” kata pria yang akrab disapa Dita itu, Kamis (31/8/2017).
Tas yang diberinama TASKO merupakan sebuah tas dengan metode sensor berat yang dirancang untuk meminimalisir bertambahnya derajat kemiringan tulang belakang akibat tas punggung bagi para penyandang skoliosis. Selain sensor, tas ini juga dilengkapi dengan komponen-komponen khusus lainnya yang tidak dimiliki tas lain.
”Seperti movable compartment, one strap, dan adjustable belt. Komponen-komponen tambahan ini mampu memberikan kemudahan bagi para penyandang skoliosis dikala menggunakannya,” ucapnya.
”Jangan lupakan juga desain TASKO yang menarik sehingga mampu meningkatkan rasa percaya diri bagi para penderita kelainan tulang belakang ini,” imbuhnya.
Diakui olehnya, dampak spesifik bagi penggunanya, memang masih belum dapat ditentukan secara presisi. Untuk dapat melihat dampaknya setidaknya diperlukan waktu hingga enam bulan sampai proses pengujian medis dapat dilakukan. Meskipun begitu, inovasi tas yang satu ini patut diacungi jempol mengingat belum ada tas khusus yang diproduksi bagi para penderita skoliosis.
Dita berharap agar para pegiat medis mau turut serta dalam mengembangkan TASKO agar layak diproduksi secara massal. ”Semoga kedepannya TASKO dapat membantu para penderita skoliosis untuk menghilangkan kebiasaan buruk yang memberikan dampak negatif bagi kesehatan tulang belakang mereka,” pungkasnya. (Nita Nurdiani)