BANDUNG BARAT-Sosok seperti Yayat T. Soemitra memang excellent. Pribadi santun ini punya konsep visioner untuk Kabupaten Bandung Barat (KBB) dimasa depan. Selain konsepnya yang terukur, Wakil Bupati Bandung Barat ini mengajak setiap insan di KBB untuk optimis melihat masa depan KBB yang cerah.
Seperti ungkapan Andrea Hirata dalam sekuel Sang Pemimpi. Novelis since ini berujar, “Bermimpilah, karena Tuhan akan memeluk mimpi-mimpi itu.” Demikian pula yang ingin digelorakan oleh seorang Yayat, tentang masa depan Bandung Barat.
Dalam sebuah sesi wawancara di Kantor Pemda KBB Jalan Padalarang-Cisarua Km 2 Desa Mekarsari Kecamatan Ngamprah, Yayat menggambarkan KBB secara komprehensif. Tentang peta pembangunan saat ini dan yang akan datang. Dengan segala potensinya, KBB seharusnya menjadi yang terhebat diantara daera-daerah lainnya.
“Bandung Barat adalah pertaruhan masa depan Bandung Raya dan Jawa Barat. Maka, wajar jika perkantoran Pemerintah Provinsi Jawa Barat akan berpusat di kawasan Walini Kecamatan Cikalong Wetan,” bebernya, memulai obrolan.
Dibeberkan, KBB apabila dilihat dari urut-urutan hari jadi memang daerah yang paling bontot dari daerah lain di Bandung Raya. Namun jika dilihat dari prospek masa depan, KBB akan menjadi daerah nomor satu di Bandung Raya, bahkan di Jawa Barat, dan tak mustahil di Indonesia.
Dalam proyeksi pembangunan jangka panjang, ia menyebut, Pemerintah Provinsi Jawa Barat akan memusatkan pemerintahan di kawasan Walini Kecamatan Cikalong Wetan. Di Walini pula akan dibangun stasiun terbesar Kereta Cepat Indonesai-Cina (KCIC). Melalui stasiun ini, terjadi mobilitas manusia yang sangat tinggi, baik warga Jawa Barat, DKI Jakarta, bahkan masyarakat dari Pulau Jawa dan luar Jawa.
Pria kelahiran 11 Juli 1960 ini menjelaskan, dengan menyerasikan itu maka pembangunan nasional, regional, dan akan daerah berjalan secara sinergis dan dengan perhitungan yang matang. Sehingga pada akhirnya dapat menjadi loncatan yang luar biasa.
Itulah sebabnya, ia memiliki mimpi besar tentang Bandung Barat. KBB harus menjadi daerah metropolis pertama yang mampu memenangi persaingan pada Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) dan kompetisi global tanpa harus meninggalkan jati dirinya sebagai bangsa Timur yang religius dan berbudaya Parahyangan.
“Belajar dari pengalaman sejarah, pembangunan yang masif biasanya menyebabkan penduduk lokal termaginalkan. Kita tidak ingin sejarah hitam seperti itu terulang. Masyarakat KBB harus menjadi tuan rumah di daerahnya sendiri,” tegas suami Ir. Hj. Dwina Candraasih M.Sc. ini penuh semangat.
Ia memang telah memiliki konsep matang dalam memimpin. Apabila diamanahi KBB-1, langlah pertama yang akan dilakukannya adalah mengarahkan pembangunan berbasis sumber daya manusia (SDM). Masyarakat KBB, kata dia, harus memiliki kepribagian, memiliki pertumbuhan ekonomi tinggi yang stabil.
Dijelaskan, mengembangkan KBB tidak harus mengubah nilai Bandung Barat dengan nilai yang lain, melainkan menumbuhkan dan memaksimalkan potensi yang dimiliki. Sebagian besar warga KBB adalah petani. Maka, kita harus memaksimalkan potensi agro.
Pembangunan agro industri di KBB bagian utara sudah lama dilakukan dan sebagian sudah memberikan hasil. Meski demikian, potensi ekonomi di Kecamatan Lembang, Cisarua, Parongpong, Cipatat, dan KBB bagian utara harus dimaksimalkan pertumbuhannya. Pemerintah harus membantu manajeman serta permodalannya, bahkan membantu pasca panen. Daya tawar petani harus diperkuat sehingga harga produk pertanian tidak dipermainkan oleh tengkulak.
Berikutnya ia menilai, pembangunan KBB selama ini njomplang, lebih berat ke KBB bagian utara. KBB bagian selatan atau Pakidulan juga harus mendapat sentuhan yang sama. Succes story KBB bagian utara harus diduplikasi di Pakidulan.
“Sebab, kondisi alam di Pakidulan kurang lebih sama seperti di Lembang. Maka Kecamatan Sindangkerta, Gununghalu, Rongga, dan Cililin. Mengembangkan agro industri di Pakidulan sangat potensial membangkitkan pembangunan Bandung Barat,” ujarnya.
Berbicara tentang pakidulan atau wilayah selatan KBB, sosok murah senyum ini berbagi pengalaman. Belum lama ini dirinya baru pulang dari Belanda dan mengunjungi beberapa negara Eropa. Meskipun untuk urusan pribadi dan atas biaya sendiri, ia mengaku bisa belajar bagaimana masyarakat Eropa mengembangkan ekonomi mereka.
Secara umum, masyarakat Bandung Barat perlu mengembangkan agro industri, seperti yang selama ini dilakukan. Namun kita harus memaksimalkan pemanfaatan lahan, sehingga kita bersemboyan, tidak boleh ada sejengkal tanah pun yang dibiarkan tak dimanfaatkan.
Khusus pembangunan Pakidulan, konsepnya dapat menyontek dari Swiss. Dibandingkan dengan negara di Eropa lainnya, Swiss tidak memiliki laut. Namun, mereka memiliki danau yang sangat luas. Ia setuju dengan konsep yang mengatakan “Jadikan danau, sungai, dan laut sebagai beranda.”
“Selama ini kita memperlakukan danau, sungai dan laut sebagai bagian dari buritan. Maka, sungai di Indonesia kerap menjadi WC. Pembangunan Waduk Cisokan di Kecamatan Rongga harus menjadi berkah bagi warga setempat,” imbuhnya.
Konsepnya, jadikan Waduk Cisokan sebagai beranda. Hadapkan rumah warga ke waduk, bukan membelakanginya. Sebaiknya, Waduk Saguling ditanami ikan liar, sehingga waduk ini dapat menjadi lokasi wisata pancing yang mengasyikkan.
Dengan menjadikan wisata pancing, masyarakat bisa mengambil bagian dalam pelayanan wisatawan, mungkin dengan menyiapkan perlengkapan memancing, konsumsi, bahkan tidak mustahil menyiapkan penginapan yang dapat digunakan istirahat bagi wisatawan tersebut. Membangun Pembangkit Listrik Tenaga Air Cisokan sekaligus dapat menjadi momentum membangun agro wisata di Pakidulan model seperti itu.
Dengan membangun pakidulan, ia menyebut, akan menjadi solusi atas permasalahan kemacetan yang kerap menghantui Kota Bandung dan KBB bagian utara ketika akhir pekan atau hari libur tiba. “Daerah Pakidulan KBB harus disentuh secara lebih intens,” imbuhnya.
Membangun agro industri yang sukses di Pakidulan memudahkan kita mengembangkan agro wisata. Dengan membangun wisata di Pakidulan, maka dapat mengurangi kepadatan di bagian utara dan kemacetan di Kota Bandung. Beberapa gagasan yang bisa disebutkan, misalnya, mengembangkan wisata pensiun. Ini sebuah peluang yang belum banyak digarap daerah lain.
Misalnya, ia memberikan bocoran ide. Gagasan wisata pensiun bertolak dari banyaknya masyarakat negara maju seperti Amerika Serikat, negara yang tergabung dalam Uni Eropa, Australia, atau beberapa negara maju di Asia seperti Jepang, Hong Kong, dan RRC yang memiliki dana pensiun mencapai 3.000 dolar AS s.d. 5.000 dolar AS atau sekitar Rp 40 juta hingga Rp 70 juta perbulan.
Hidup dengan dana pensiun sebesar itu di negara mereka tidak disebut besar, bahkan dapat dikatakan pas-pasan. Tapi jika dana sebesar itu digunakan untuk tinggal di Indonesia, niscaya mereka dapat tinggal di rumah yang nyaman dengan kehidupan yang lebih dari cukup. Dengan banyaknya warga asing yang membawa dolar memungkinkan ekonomi di daerah Pakidulan berkembang.
Memang banyak pihak yang menentang mendatangkan orang asing ke Indonesia. Sebab, pada galibnya, orang asing dapat memengaruhi budaya masyarakat kita. Pendapat ini memang benar, kalau bangsa Indonesia, khususnya warga KBB tidak siap.
“Tapi kalau warga kita disiapkan menghadapi perubahan ini, maka tidak mustahil yang terjadi justru sebaliknya, masyarakat asing akan terkesan dengan keramahtamahan warga KBB. Justru, orang asinglah yang bisa mengikuti kultur kita,” tandasnya.