Manasuka

Seni Yang Mengingatkan Anak muda Pada Tradisi

154
×

Seni Yang Mengingatkan Anak muda Pada Tradisi

Sebarkan artikel ini
Seni Yang Mengingatkan Anak muda Pada Tradisi

BANDUNG (CAMEON)-Sorot lampu yang tajam, suara alunan musik, dan tepuk tangan penonton pada malam itu, terdengar jelas di Kebun Seni Bandung.

Ramai. Ya, satu kata itulah yang bisa menggambarkan secara umum saat mengunjungi Kebun Seni yang berpusat di Jalan Tamansari, Kota Bandung.

Malam itu, memang ada aktivitas yang sedikit berbeda di tempat tersebut. Puluhan mahasiswa tampak berkumpul. Mereka adalah sejumlah mahasiswa Pascasarjana Institut Seni Budaya Indonesia (ISBI) Bandung. Kendati begitu, tak sedikit juga masyarakat umum yang rela meluangkan sedikit waktunya untuk menyaksikan sebuah acara yang sangat menarik ini.

Tujuan mereka menyambangi tempat tersebut, tak lain untuk menyaksikan sebuah pagelaran seni yang diperankan oleh rekannya yang bernama Deden Tresnawan (34).

Deden adalah salah satu mahasiswa Pascasarjana ISBI Bandung yang tengah melaksanakan ujian mata kuliah Studio 2. Mata kuliah ini diperuntukan bagi mereka yang telah menginjak semester tiga.

Kendati ujian ini diperuntukan bagi Deden, namun ia tidak tampil sendirian, ada puluhan teman lainnya yang membantu dalam pagelaran yang cukup menarik mata pengunjung ini.

“Yang disampaikan tadi itu, sebenarnya saya terinspirasi oleh fenomonologi musik urban yang ada di Kota Bandung. Bagaimana musik-musik tradisi kita sudah mulai terdistorisi oleh genre-genre musik yang lain,” kata Deden usai melaksanakan ujian Studio 2.

Dia menjelaskan, saat ini tak sedikit musik tradisional sudah mulai dibarengi oleh musik-musik modern lainnya. Sebagai contoh, musik tradisional, sudah mulai ada unsur dangdut di dalamnya. Tak hanya itu, bahkan musik reak pun, sudah terkontaminasi oleh genre-genre musik yang ada saat ini.

“Sebetulnya reak itu tidak ada vokal, sinden, terompet. Itu reak yang zaman dahulu, tapi dengan perkembangan zaman, akhirnya repertoar musik reak mengikuti genre musik yang ada,” ujarnya.

Dalam ujian kali ini, ia ingin menyampaikan bahwa, semodern apapun, tetap harus berpijak pada tradisi. Judul yang diambil dalam penampilan ini pun sangat tepat yakni, Mabeheula yang artinya dahulu kala. “Tidak akan ada zaman sekarang kalau tidak ada zaman dahulu kala,” ucapnya.

Dia menilai, saat ini anak muda lebih instan, dan lebih cepat menangkap genre-genre musik yang ada saat ini. Misalkan dangdut, rock dan lainnya. Sementara musik tradisi lanjut dia, sudah mulai jarang mereka kenal.

“Penyebabnya menurut saya itu tergantung dari individu atau karakter dia sendiri, ketika dia susah mengharuskan dia untuk mengenal tradisinya sendiri, mereka lebih instan menangkap genre musik modern,” ucapnya.

Soal persiapan untuk tampil dalam ujian ini, Deden menyebutkan tak begitu lama. Dalam waku dua pekan, ia sudah bisa menyuguhkan karya originalnya itu. Kendati begitu, ia tak menampik, bahwa penampilannya ini, sudah ada dasarnya. Artinya, sebelum tampil ujian Studio 2, ia sudah melewati tahap Studio 1 yang memiliki kerangka-kerangka dasarnya.

“Jadi Studio 2 ini hanya melanjutkan studio 1 saja. Ini sebagai embrio tugas akhir untuk nanti di bulan Juli mendatang. Harapan saya sih, dengan penampilan saya tadi, supaya anak-anak muda sekarang ingat terhadap tradisi sendiri. Itu aja,” pungkasnya. (Kya).

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *